Jakarta, CNN Indonesia -- Implementasi kesepakatan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang dimulai pada akhir 2015 mendatang akan menimbulkan bebasnya aliran tenaga kerja antar negara-negara Asia tenggara. Menurut pembahasan World Economic Forum East Asia 2015, hal ini merupakan hal yang baik karena bisa menyebarkan pengetahuan (
share of knowledge) yang berimplikasi pada pertumbuhan regional Asia Tenggara.
"Dengan adanya arus bebas tenaga kerja terdidik antar negara-negara di Asia Tenggara, maka hal tersebut bisa menjadikan Asia Tenggara sebagai wilayah dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia," ujar William Macy Swing, Director General International Trade for Migration (IOM) di Jakarta (20/4).
Meskipun yakin bahwa arus tenaga kerja akan berdampak baik bagi perkembangan Asia Tenggara secara keseluruhan, namun Swing mengatakan bahwa setiap negara pasti akan melakukan proteksi atas adanya keharusan ini. Meskipun kesepakatan atas dibukanya lalu lintas tenaga kerja antar negara Asean sudah ditetapkan bertahun-tahun yang lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Proteksi arus bebas tenaga kerja pastinya akan dilakukan oleh negara-negara Asia Tenggara yang relatif lebih maju dibanding negara-negara lainnya. Sayangnya, semakin ketat proteksi sebuah negara atas arus tenaga kerja, maka hal itu malah akan menguntungkan pemain bisnis yang besar sehingga pertumbuhan
output tidak akan seperti apa yang diharapkan," tambahnya.
Swing mengatakan hal tersebut mengingat potensi pasar Asia Tenggara yang mencapai 600 juta orang dianggap sebagai daya tarik utama investasi di Asia Tenggara. Lebih lanjut, pesatnya sirkulasi investasi yang terdapat di Asia Tenggara juga tergantung dari arus tenaga kerja tersebut.
"Setiap tenaga kerja terdidik yang melakukan migrasi pasti melakukan kegiatan ekonomi, entah itu produksi, konsumsi, maupun investasi. Khusus investasi, adanya
free flow of skilled labour biasanya juga akan disertai dengan
free flow of capital. Maka dari itu, saya sangat mengapresiasi langkah Asean di tengah kebijakan negara lain yang bersifat anti-migran," pungkas Swing.
Indonesia sendiri sempat ingin menahan laju arus masuk tenaga kerja asing terdidik masuk ke Indonesia dengan memberlakukan beberapa kebijakan seperti kewajiban tes bahasa Indonesia bagi ekspatriat serta pelarangan warga negara asing menjabat posisi strategis di beberapa pekerjaan potensial, meskipun wacana kebijakan ini akhirnya tidak jadi diimplementasikan oleh pemerintah.
Data Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) menunjukkan bahwa sebanyak 68.762 pekerja asing bekerja di Indonesia pada 2014 atau turun dibandingkan 2013 yang angkanya mencapai 68.957 pekerja. Dari data 2014 tersebut, sebanyak 21.571 pekerja adalah tenaga kerja profesional, 15.172 pekerja adalah konsultan, 13.991 pekerja di posisi manajerial, 9.879 pekerja merupakan direktur, 6.867 pekerja merupakan supervisor, dan 1.101 pekerja merupakan komisioner korporasi.
(gen)