Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mengaku sudah mengantisipasi penurunan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2015 menyusul anjloknya harga-harga komoditas andalan ekspor dan melambatnya ekonomi sejumlah negara mitra dagang Indonesia. Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo mengatakan reformasi struktural dan percepatan eksekusi belanja pemerintah wajib dilakukan untuk membalikkan keadaan ekonomi ke arah yang lebih baik pada kuartal-kuartal berikutnya.
"Dengan itu, pertumbuhan ekonomi kita masih bisa di kisaran 5,4 persen-5,8 persen (pada tahun ini)," ujar Agus di Istana Kepresidenan, Rabu (6/5).
Agus menjelaskan penyebab utama penurunan ekonomi pada tiga bulan pertama 2015 adalah karena memburuknya kondisi eksternal dan internal. Pemburukan kondisi eksternal dapat terlihat dari penurunan harga delapan komoditas andalan ekspor Indonesia secara konsisten di pasar global sejak 2011. "Kalau kita tidak lakukan hilirisasi atau tidak melakukan diversifikasi pasar akan berdampak kepada Indonesia," tuturnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penurunan harga komoditas, lanjut Agus, selaras dengan perlambatan ekonomi sejumlah negara mitra dagang utama Indonesia. Tiongkok salah satunya, target pertumbuhan ekonominya dikoreksi turun secara signifikan menjadi hanya 6,8 persen. Hal ini berdampak pada menurunnya permintaan komoditas ekspor dari Tanah Air.
"Jadi kondisi dari pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih rendah dipengaruhi antara lain karena mineral yang lemah dan pertumbuhan sektor-sektor yang kalau pun ada itu kecil," tuturnya.
Sementara dari dalam negeri, Agus Martowardojo menyebut lambatnya eksekusi belanja pemerintah turut menghambat pertumbuhan ekonomi kuartal I 2015. Hal itu dinilai wajar mengingat di awal tahun pemerintah masih dalam tahap negosiasi politik anggaran dengan DPR menyusul perubahan nomenklatur 10 kementerian/lembaga (K/L).
"Tetapi yang ingin saya sampaikan insyaallah kuartal II akan lebih baik karena kita tahu anggarannya telah tersedia, proses pengadaanya sudah disusun dan kita meyakini bahwa kalau nanti kuartal II hingga IV ada percepatan serapan anggaran dengan baik, itu akan bisa membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia terjaga khususnya dari belanja pemerintah dan investasi," tuturnya.
Mengenai reformasi struktural, Agus melihat upaya ke arah sana sedang ditunjukan pemerintah, antara lain dengan pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) ke sektor yang lebih produktif seperti pembangunan infrastruktur dan pembangkit, serta penerapan sistem pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) lewat Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
"Saya lebih optimistis lagi karena posisi pemerintah yang mengatakan akan menjaga supaya fiskal tetap berkesinambungan, dan pemerintah akan menjaga agar transaksi berjalan ada di tingkat yang lebih sehat dan akan teruskan mengupayakan pemberian stimulus," katanya.
BI, tambah Agus, akan menjalankan perannya selaku otoritas moneter untuk memastikan bauran kebijakan makroprudensial berdampak positif terhadap pembangunan ekonomi bangsa ke depannya. Stabilitas rupiah dan suku bunga acuan (
BI rate), serta inflasi akan menjadi fokus utama BI.
Dia menilai pelemahan rupiah sekitar 4-5 persen sejak Januari 2015 relatif lebih baik jika dibandingkan dengan sejumlah negara, seperti Brasil dan Turki yang mata uangnya terdepresiasi lebih dari 10 persen.
(ags/ags)