Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan masih menghitung potensi penggelembungan kas negara dari perluasan objek hunian mewah yang terkena pajak penghasilan (PPh) pasal 22.
"Belum tahu berapa potensinya, masih harus dihitung," ujar Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro di Ritz Charlton, Jakarta, Kamis (7/5).
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro akhirnya menerbitkan aturan terbaru mengenai perluasan objek pajak penghasilan (PPh) 22 yang diberi nomor 90/PMK.03/2015. (Baca:
Apartemen Seharga Rp 5 Miliar Kini Kena Pajak Barang Mewah)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam aturan yang diteken Bambang pada 30 April 2015 tersebut, juga diatur mengenai kriteria hunian yang terkena PPh 22 sekaligus merevisi aturan sebelumnya, yaitu Peraturan Menteri Nomor 253/PMK.03/2008.
Salinan peraturan yang diperoleh CNN Indonesia menyebutkan Bambang menurunkan harga acuan atau threshold, harga minimal hunian mewah yang terkena PPh 22 dari sebelumnya Rp 10 miliar untuk rumah beserta tanah, apartemen, kondominium, dan sejenisnya menjadi Rp 5 miliar saja.
Namun, angka tersebut lebih tinggi dibandingkan wacana Kementerian Keuangan sebelumnya yang berencana mengenakan PPh untuk hunian mewah berharga Rp 2 miliar ke atas.
Selain menggunakan acuan harga jual, Bambang juga menetapkan pengenaan PPh 22 untuk hunian mewah berdasarkan luas bangunan yaitu lebih dari 400 meter persegi untuk rumah tapak, dan lebih dari 150 meter persegi untuk apartemen, kondominium, dan sejenisnya.
Luas bangunan yang terkena PPh 22 berdasarkan aturan baru, jauh lebih kecil dibandingkan aturan sebelumnya yaitu 500 meter persegi untuk rumah tapak dan 400 meter persegi untuk apartemen, kondominium, dan sejenisnya.
Sayangnya ketika diminta keterangan, Bambang enggan mengelaborasi lebih jauh isi beleid yang ditekennya.
(ags/gir)