Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaku usaha calon penerima fasilitas keringanan pajak penghasilan (PPh) atau
tax allowance harus siap diaudit oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Hasil audit DJP tersebut akan menjadi dasar bagi pemerintah untuk melanjutkan pemberian insentif atau mengenakan sanksi pajak atas penyalahgunaan fasilitas
tax allowance.
Pemeriksaan wajib pajak (WP) badan ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89/PMK.010/2015 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu Serta Pengalihan Aktiva dan Sanksi Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan.
(Baca juga:
Menkeu Siapkan Sanksi Keras di Balik Fasilitas Tax Allowance)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam salinan PMK, yang diterima CNN Indonesia, Rabu (6/5) dijelaskan Wajib pajak yang telah memperoleh keputusan persetujuan
tax allowance harus melapor ke DJP setiap semester sejak fasilitas diterima. Perkembangan usaha yang wajib dilaporkan meliputi jumlah realisasi penanaman modal, jumlah realisasi produksi, dan rincian aktiva tetap.
Berdasarkan laporan WP tersebut, DJP akan melakukan pemeriksaan lapangan atau audit untuk mencocokan kenyataan dengan laporan realisasi dan surat permohonan
tax allowance yang diajukan oleh WP.
Berikut ini sejumlah fokus audit yang akan dilakukan DJP terhadap WP badan penerima
tax allowance sesuai PMK yang diteken Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro pada 30 April 2015 lalu:
- Realisasi dan rencana lokasi investasi
- Realisasi dan rencana Bidang usaha atau KBLI
- Realisasi dan rencana cakupan produk
- Rincian realiasasi dan rencana modal investasi, yang mencakup: modal tetap untuk pembelian tanah, gedung, dan mesin/suku cadang, serta modal kerja.
Untuk permohonan penambahan jangka waktu kompensasi kerugian, ada sejumlah syarat yang akan dicocokan realisasinya secara periodik, yakni:
- Jumlah modal yang diinvestasikan minimal Rp 10 miliar
- Tingkat Kandangan Dalam Negeri (TKDN) minimal 70 persen
- Serapan tenaga kerja 500 orang (untuk satu tahun tambahan), atau 1.000 orang (untuk tambahan dua tahun).
- Mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan minimal 5 persen dari modal yang ditanam
- Minimal ekspor 30 persen dari total produksi.
Dalam beleid tersebut ditegaskan jika ditemukan ketidaksesuaian antara realiasi dengan rencana investasi, maka wajib pajak dapat diperiksa oleh DJP.
"Apabila terdapat penyalahgunaan, selain dikenakan sanksi pajak, WP badan juga tidak dapat lagi diberikan fasilitas keringanan PPh," tegas Bambang dikutip dari aturan tersebut, Senin (11/5).
(ags/gen)