Jakarta, CNN Indonesia -- Pimpinan DPR menilai pembatalan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) oleh PT Pertamina (persero) merupakan cermin buruknya koordinasi pemerintahan di sektor Migas. Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan hal tersebut terjadi karena belum sejalannya tim sosialisasi dan pemikir Presiden Joko Widodo.
"Ini tunjukkan sikap keragu-raguan, kurang mantap. Harusnya direncanakan dulu matang. Kalau tidak mau dinaikkan seharusnya tidak diumumkan terlebih dahulu," ujar Agus di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (15/5).
Pendapat senada juga dikemukakan Wakil Ketua DPR lainnya, Fahri Hamzah. Menurutnya, inkonsistensi kebijakan energi tersebut dapat melemahkan keyakinan pasar terhadap kredibilitas pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menjatuhkan wibawa manajemen pasar secara umum. Jadi orang akan menuduh pemerintah itu amatir. Kejadian ini kirim sinyal yang buruk," tutur Fahri.
Lebih lanjut, Fahri menganggap tarik ulur kebijakan harga BBM merupakan bentuk pencitraan yang dapat berakibat fatal bagi perekonomian nasional.
"Langkah-langkah yang diambil ini kan lebih banyak disebut pencitraan, jadi efek riilnya tidak pasti," ucap Politikus PKS ini.
Sebelumnya Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate Communication Pertamina melalui siaran pers yang diedarkan Kamis (14/5) malam menegaskan Pertamina tidak jadi menaikkan harga jual seluruh jenis BBM yang dipasarkan melalui stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) miliknya.
Padahal siang sebelumnya, Pertamina telah memastikan harga per liter Pertamax, Pertamax Plus, dan Pertamax Dex naik masing-masing sebesar Rp 800, Rp 500 dan Rp 300.
Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang juga telah mengonfirmasi rencana kenaikan harga tersebut akibat pengaruh nilai tukar dolar yang makin menguat.
“Harga BBM yang beredar di masyarakat simpang siur. Sebagai klarifikasi dan penegasan Pertamina, harga BBM tidak ada yang naik,” kata Wianda dikutip melalui siaran pers.
(ags)