Pejabat Kementerian ESDM Masih Ragu Capai Lifting Minyak

CNN Indonesia
Senin, 25 Mei 2015 15:22 WIB
Faktor eksternal dan internal membuat perusahaan migas yang beroperasi di Indonesia menahan laju produksi migas sepanjang tahun ini.
Fasilitas produksi PT Pertamina Hulu Energi di Blok ONWJ, Jawa Barat. (Dok. Pertamina Hulu Energi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menjelang pertengahan tahun, sejumlah pejabat di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih meragukan target lifting minyak yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 sebesar 825 ribu barel per hari (bph) bisa tercapai.

Agus Cahyono Adi, Direktur Pembinaan Program Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM merasa target lifting tahun ini cukup sulit dicapai karena kendala teknis maupun non teknis.

“Pemerintah bersama Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) akan berupaya untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi pada tahun-tahun berikutnya,” ujar Agus dikutip dari laman Kementerian ESDM, Senin (25/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia memaparkan, perkembangan harga minyak mentah dunia dan harga minyak mentah Indonesia pada akhir 2014 sampai awal 2015 terus mengalami penurunan yang signifikan. Hal tersebut menurutnya berpengaruh pada minat KKKS dalam meningkatkan produksinya.

Bahkan pada Januari 2015, Agus mencatat ICP sempat mencapai US$ 45,30 per barel. Penurunan harga minyak mentah internasional tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti penurunan permintaan minyak mentah global, peningkatan produksi minyak mentah OPEC dan Non OPEC.

“Selain itu peningkatan stok minyak mentah Amerika Serikat, menurunnya harga jual minyak mentah negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, Irak, Iran dan Kuwait serta menguatnya nilai tukar dolar terhadap beberapa mata uang asing lain,” katanya.

Pertahankan Produksi

Meskipun tahun ini Agus memperkirakan sulit bagi pemerintah untuk mencapai target lifting, namun beberapa upaya yang disiapkan pemerintah untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi migas tahun depan antara lain:

1. Optimalisasi perolehan minyak dari cadangan minyak yang ada pada lapangan-lapangan yang telah beroperasi melalui peningkatan manajemen cadangan minyak.

2. Melakukan percepatan pengembangan lapangan baru.

3. Melakukan percepatan produksi di lapangan-lapangan baru dan lama.

4. Meningkatkan kehandalan fasilitas produksi dan sarana penunjang untuk meningkatkan efisiensi dan menurunkan frekuensi unplaned shutdown sehingga dapat menurunkan kehilangan peluang produksi minyak.

5. Mengupayakan peningkatan cadangan melalui kegiatan eksplorasi dan penerapan Enhanced Oil Recovery (EOR).

Pada Maret 2015 lalu, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menjadi pejabat negara pertama yang meragukan Kementerian ESDM dapat mencapai target lifting minyak tahun ini. Bambang memperkirakan realisasi lifting tahun ini hanya akan menyentuh 800 ribu bph atau hanya menutupi 96,96 persen dari target.

Tingginya biaya investasi yang harus dikeluarkan KKKS dalam menambah produksi sumur minyak tua dan lepas pantai yang dikelolanya di Indonesia, disebutnya sebagai penyebab utama tidak tercapainya target lifting.

Perusahaan-perusahaan migas nasional maupun asing diyakini Bambang akan mengerem investasi di bidang eksplorasi dan produksi ditengah harga minyak dunia yang saat ini kembali melemah dibawah US$ 60 per barel setelah sebelumnya sempat naik tipis.

Melambatnya penjualan minyak tersebut berdasarkan catatan Bank Indonesia telah membuat surplus neraca pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal I 2015 berkurang menjadi US$ 1,3 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai US$ 2,06 miliar.

Endy Dwi Tjahjono, Direktur Departemen Statistik BI, menuturkan meskipun surplus NPI tergerus, namun defisit transaksi berjalan berhasil ditekan seiring dengan pengurangan impor migas. BI mencatat, defisit transaksi berjalan Indonesia per Maret 2015 sebesar US4 3,8 miliar, turun dibandingkan dengan posisi akhir kuartal I 2014 yang sebesar US$ 4,05 miliar.

"Hal ini didukung oleh kebijakan reformasi subsidi migas, yang membuat impor migas menurun 47 persen year-on-year," ujar Endy beberapa waktu lalu.

Meskipun impor minyak semakin berkurang, Endy menyayangkan dari sisi ekspor migas tidak dapat mengimbangi sehingga belum berdampak banyak pada neraca perdagangan. Menurutnya, perbaikan ekspor migas ini tertahan oleh lifting minyak yang rendah dan diperparah oleh harga ekspor migas yang terkoreksi turun.

"Jika kita lihat, lifting minyak pada kuartal pertama 2015 rata-rata mencapai 0,76 juta barel per hari (mbpd), turun dibandingkan kuartal IV 2014 dengan nilai mencapai 0,78 mbpd. Selain itu harga ekspor minyak mentah juga menurun dari rata-rata US$ 72 per barel pada kuartal IV 2014 menjadi US$ 51 per barel pada kuartal I 2015," tutur Endy.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER