Jokowi Mau Kuasai Freeport, AS Diyakini Takkan Tinggal Diam

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Selasa, 26 Mei 2015 14:13 WIB
Rencana pemerintahan Joko Widodo mengambil sedikit demi sedikit saham PT Freeport Indonesia mulai Oktober 2015 diperkirakan tidak akan mudah.
Sungai Ajkwa dialiri pasir sisa tambang (tailing) dari perusahaan Tambang Freeport Indonesia di Timika, Papua. (CNN Indonesia/Antara Photo/M. Agung Rajasa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana Pemerintahan Joko Widodo mengambil sedikit demi sedikit saham PT Freeport Indonesia mulai Oktober 2015 diperkirakan tidak akan mudah. Sebagai salah satu perusahaan milik Amerika Serikat yang mengelola tambang terbesar di dunia, dipastikan pemerintah Negeri Paman Sam tidak akan tinggal diam.

"Berbicara Freeport pasti berbicara kepentingan Amerika Serikat, dan tantangannya bagi Presiden Jokowi adalah bagaimana memperkuat dan mempertegas pengambilalihan tersebut. Intervensi ke Istana Negara pasti akan ada," ujar Ahmad Redi, pengamat hukum sumber daya alam Universitas Tarumanegara, usai menjadi pembicara diskusi di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (26/5).

Namun jika pemerintah bisa menegaskan niat dan sikapnya untuk menguasai seluruh saham Freeport secara bertahap, sampai kontrak karya habis pada 2021, Redi mengusulkan pengelolaan tambang Grasberg di Papua tersebut bisa diserahkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pertambangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pemerintah bisa menugaskan BUMN tertentu atau membentuk konsorsium BUMN baru yang terdiri dari Antam, PT Bukit Asam, PT Nikel dan BUMN tambang lainnya," kata Redi.

Terkait permodalan yang dibutuhkan untuk mengelola tambang raksasa tersebut, Redi menilai konsorsium BUMN itu nantinya bisa mendapat penyertaan modal negara atau mencari pendanaan tersendiri dari pinjaman perbankan.

"Sebagai contoh Asahan, setelah pemerintah membeli sahamnya dari Jepang lalu dibentuk BUMN PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) untuk mengelola dan itu terbukti bisa. Apalagi Freeport yang setelah kontraknya habis pada 2021 pasti harus mengembalikan asetnya ke negara. Tergantung kemauan politik dari pemerintah," katanya.

Opsi Cicil Saham

Kalaupun pemerintah ingin menambah porsi sahamnya di Freeport mulai Oktober 2015, Redi berpendapat hal itu bisa juga dilakukan. Tentunya dengan mendesak Freeport agar mengubah rezim kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

"Kalau Freeport masih mau memperpanjang kontraknya di Indonesia, tentu harus ikut ketentuan IUPK seperti wajib membangun smelter, harus mendivestasikan sahamnya ke pemerintah sesuai jadwal yang ditentukan Undang-Undang, mengutamakan pasokan dalam negeri atau DMO," kata Redi.

Sebelumnya Menteri Sekretaris Negara Praktikno memastikan pemerintah akan secara bertahap memperbesar porsi sahamnya di Freeport yang saat ini memiliki kontrak karya (KK) pertambangan emas dan tembaga di kawasan Papua.

Upaya pengambilalihan saham Freeport sejalan dengan implementasi Peraturan Pemerintah Nomor (PP) 77 tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang menyatakan pembelian saham FPI bisa dimulai pada Oktober 2015.

"Ini karena kontraknya (Freeport) baru habis tahun 2021. Maka Kementerian ESDM akan menjaga agar secara bertahap kepemilikan Indonesia semakin besar. Di samping itu, manfaat fiskal dan ekonomi Indonesia dari Freeport juga akan semakin besar," tuturnya.

Praktikno menambahkan, pemerintah juga berencana mengubah format kontrak dari KK menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP). Ini dilakukan agar negara memiliki posisi yang kuat tatkala melakukan negosiasi.

"Terobosan yang tengah dilakukan adalah melalui UU Minerba. Di mana pola hubungan antara negara dengan Freeport, yang semula setara dalam format kontrak karya, akan diubah menjadi Ijin Usaha Pertambangan yang menempatkan posisi negara kita lebih kuat," ujarnya. (gen/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER