Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau CPO
Supporting Fund pada 18 Mei 2015 lalu.
Dalam salinan Perpres yang mendarat ke meja redaksi CNN Indonesia, sejumlah aturan baru yang akan mengubah bisnis sawit nasional itu ditetapkan. Para pengusaha perkebunan kelapa sawit harus menyetorkan dana sebesar US$ 50 untuk setiap ton CPO yang diekspor dan US$ 30 per ton jika mau mengekspor produk olahan CPO.
Bahkan, CPO
fund tidak hanya dikutip dari perusahaan kelapa sawit saja. Pasal 2 Ayat (2) Perpres tersebut menyatakan penghimpunan dana CPO
fund juga bersumber dari Dana Lembaga Pembiayaan, Dana Masyarakat, dan Dana lain yang sah. Dana yang bersumber dari pelaku usaha meliputi pungutan atas ekspor komoditas perkebunan kelapa sawit dan atau turunannya serta iuran wajib.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Pungutan tersebut wajib dibayar oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit yang mengekspor komoditas maupun turunannya, pelaku usaha industru berbahan baku hasil perkebunan kelapa sawit, dan eksportir atas komoditas tersebut maupun turunannya,” bunyi Perpres tersebut dikutip Rabu (27/5).
Melalui Perpres tersebut, Jokowi kemudian meminta Menteri Perindustrian Saleh Husin untuk menetapkan jenis komoditas turunan yang wajib membayarkan pungutan tersebut.
Aturan CPO
fund yang baru pertamakali berlaku di Indonesia itu juga menyinggung mengenai sanksi yang bisa dikenakan bagi perusahaan yang lalai tidak membayarkan pungutan tersebut.
“Kekurangan pembayaran pungutan atas ekspor komoditas oleh pelaku usaha atau eksportir dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda. Sementara besarnya pungutan dan denda sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan dibayarkan dalam mata uang rupiah,” bunyi aturan tersebut.
Bidik Rp 8 TriliunSebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil menargetkan pemerintah bisa mengantongi dana CPO
fund sebesar US$ 750 juta atau sekitar Rp 8 triliun per tahun.
“Kami ambil dari setiap ton CPO yang diekspor US$ 50 dan untuk setiap ton ekspor produk turunannya adalah US$ 30. Dengan begitu akan terkumpul uang setahun sekitar US$ 750 juta atau sekitar Rp 8 triliun," kata Sofyan di kantornya, Rabu (6/5).
Dana tersebut, lanjut Sofyan, akan digunakan untuk beberapa tujuan. Pertama, mendukung penggunaan biodiesel lebih banyak sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) jenis solar. Kedua, untuk membantu penanaman kembali (
replanting) kebun rakyat karena lebih dari 3 juta hektare tidak bisa di tanam ulang karena kesulitan modal.