Pengusaha Papua 'Curhat' Susahnya Kerjasama dengan Freeport

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Rabu, 27 Mei 2015 21:10 WIB
"Meskipun ada Vice President orang Papua, tapi itu sudah ada sindikat. Dia tidak ada perjuangan," ujar Radya Allberdto Wanggai.
Menteri ESDM Sudirman Said (kanan) dan Gubernur Papua Lukas Enembe (kiri) memberikan keterangan kepada wartawan terkait wacana pembangunan fasilitas pemurnian biji mineral (smelter) PT Freeport di gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (6/2). (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)
Jakarta, CNN Indonesia -- Meski PT Freeport Indonesia telah 48 tahun berdiri di Tanah Cendrawasih, Papua, ternyata tidak mudah bagi perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu membaur dengan masyarakat dan pengusaha sekitar Papua.

Radya Allberdto Wanggai seorang pengusaha asal Papua, bercerita soal susahnya pengusaha daerah untuk masuk dan bermitra dengan PT Freeport Indonesia. Setelah puluhan tahun perusahaan tambang kelas kakap tersebut mengeruk tanah di Papua, namun tidak pernah merangkul pengusaha lokal.

Direktur Utama PT Urampi Indah Pratama itu‎ mengatakan, usahanya untuk masuk dan bermitra dengan perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) ini tidak pernah tembus. Padahal, perusahaannya yang bergerak di bidang ekspor impor dan kontraktor itu mengajukan diri untuk bermitra dengan Freeport sejak tahun 1999.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pengusaha lokal belum pernah tembus (bermitra dengan Freeport). Saya berapa kali masuk Freeport dari 1999 sampai sekarang tidak bisa," ucapnya di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (27/5).

Bagai rantai emas yang sulit ditembus, Wanggai menilai sulit sekali mendapatkan perhatian dari Freeport. Bahkan, orang tuanya yang mantan anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Timika pun tak kuasa meloloskan usahanya untuk masuk di Freeport.

"‎Saya juga anggota Kadin Kabupaten Jayapura, saya coba masuk Freeport tahun 1999 sampai sekarang tidak bisa," kata Wanggai.

Freeport, menurut Wanggai, selalu memberikan alasan bahwa perusahaan yang bermitra dengannya harus memiliki kemampuan (skill) dan peralatan yang mumpuni. Padahal, ia mengklaim perusahaannya telah memiliki sumber daya manusia dan faktor produksi lainnya yang mumpuni.

"Meskipun ada Vice President orang Papua, tapi itu sudah ada sindikat. Dia tidak ada perjuangan (untuk meloloskan bermitra dengan pengusaha lokal)," jelasnya.

Kini dengan munculnya wacana pemerintahan Presiden Joko Widodo yang akan mengambil alih saham Freeport, secara bertahap memberikan angin segar bagi penduduk Papua. Wanggai menilai dengan masuknya Pemerintah ke dalam saham Freeport, mampu membuat semangat nasionalisme dan perhatian terhadap tanah Papua timbul dalam perusahaan yang memiliki aset miliaran dolar AS itu.

‎"Harapan kami Freeport sebagai bapak angkat harus membina menjadi sub kontraktor, karena hasil yang mereka kelola adalah tambang hasil orang Papua, milik orang Papua," kata Wanggai. (gir/gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER