Kepala BKF: Obligasi, Wadah Alternatif Tampung Dana Haram

CNN Indonesia
Senin, 08 Jun 2015 11:11 WIB
RUU Special Amnesty sudah masuk dalam Prolegnas 2015 yang ditargetkan DPR dan pemerintah tuntas digodok ankhir tahun ini.
Caption Pejabat baru PLT Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara, diambil sumpah dalam pelantikan Dirjen Pajak, di Kementrian Keuangan, Jakarta, Jumat, 6 Februari 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menilai surat utang negara dan pajak merupakan salah satu instrumen yang potensial untuk menampung dana-dana terparkir di luar negeri.

Namun, Kepala BKF Suahasil Nazara mengatakan untuk menarik dana triliunan rupiah tersebut dibutuhkan rangsangan berupa pengampunan pidana (special amnesty) yang sampai saat ini belum dapat terlaksana karena masih terganjal aturan hukum.

"Obligasi itu salah satu alatnya, tapi detilnya sampai ke mekanismenya belum kami bahas dengan DPR," ujar Suahasil kepada CNN Indonesia, Senin (8/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akan tetapi, lanjut Suahasil, prioritas utama dari wacana special amnesty adalah untuk menjaring pajak yang lebih besar seperti yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito. "Intinya mereka harus bayar pajak sesuai dengan ketentuan," ucapnya.

(Baca juga: Obral Amnesti Demi Upeti)

Suahasil menegaskan special amnesty hanya bisa dilakukan jika payung hukumnya jelas dan tidak bersinggungan dengan produk hukum lainnya. Untuk itu, diperlukan beleid setingkat undang-undang yang disusun bersama dengan lembaga-lembaga penegak hukum dan DPR guna merumuskannya.

"Kemenkeu memastikan memang kalau special amnesty itu dilakukan, itu nanti dasar hukumnya harus siap semua karena masih banyak dispute. Yang pasti bentuknya tidak bisa peraturan Menteri Keuangan karena melibatkan aspek-aspek hukum dan politik," tuturnya.

Ahmadi Noor Supit, Ketua Badan Anggaran DPR, menjelaskan RUU Special Amnesty sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015. Rancangan beleid tersebut diharapkannya bisa dibahas segera dengan pemerintah dan disahkan pada akhir tahun.

"Kalau soal hitung-hitungannya memang kami bebaskan pada pemerintah. Yang penting penerimaan bisa tercapai," tuturnya.

Menurut Ahmadi, upaya pemerintah menggenjot penerimaan negara dengan menyasar para mafia dan koruptor akan sia-sia jika tidak disertai dengan jaminan pengampunan sanksi pidana umum dan khusus. Hanya dengan cara ini, kata Ahmadi, para penggelap uang negara tersebut mau bertobat dan terbuka soal kepemilikan asetnya.

"Satu-satunya cara dengan memberikan amnesti, bahkan sampai pidana pun pemerintah harusnya berikan guarantee," tuturnya.

Ahmadi menambahkan penelusuran dana oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang masif dilakukan belakangan ini membuat banyak pejabat negara enggan menyimpan uangnya di bank. Kemungkinannya bisa dua, lanjut Ahmadi, bisa karena oknumnya takut kekayaannya terungkap atau karena duit tersebut hasil penggelapan.

"Problem ini yang harus segera diatasi," tuturnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER