Jakarta, CNN Indonesia -- PT Freeport Indonesia memastikan tidak akan membayar dividen kepada Pemerintah sebagai pemegang 9,36 persen saham perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut. Manajemen Freeport mengaku sepanjang 2014 lalu mengalami kerugian sehingga tidak bisa membayar dividen sesuai keinginan pemerintah dan para pemegang saham lainnya.
Itu artinya, pemerintah harus kembali gigit jari lantaran telah menargetkan Rp 1 triliun dari setoran dividen Freeport. (Baca juga:
Pemerintah Minta Bagi Hasil Rp 1 Triliun dari Freeport).
"Saya rasa perusahaan yang untung sudah pasti akan bagikan dividen. Kalau tidak untung dari mana mereka mau bagi dividen?" kata Maroef Sjamsoeddin, Presiden Direktur Freeport di kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Rabu (10/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun berdasarkan laporan keuangan perusahaan yang tercantum dalam annual report Freeport McMoRan 2014 selaku perusahaan induknya, Freeport Indonesia disebut memperoleh pendapatan usaha sebesar US$ 3,07 miliar sepanjang 2014, atau turun 25 persen ketimbang 2013 senilai US$ 4,09 miliar. Sementara untuk laba tahun lalu, Freeport Indonesia nyatanya memperoleh keuntungan mencapai US$ 719 juta.
Dengan belum adanya rencana manajemen untuk membagikan dividen tahun ini, tentunya kian menambah cerita panjang mengenai minimnya kontribusi Freeport dalam menyumbang dana ke dalam pundi uang pemerintah.
Pasalnya sejak 2012 lalu, perusahaan yang memiliki wilayah kerja pertambangan di Papua tersebut sudah tidak membayar dividen kepada Kementerian BUMN yang mewakili pemerintah dalam mengempit saham Freeport sekitar 9,36 persen. Padahal kementerian yang dipimpin oleh Rini Soemarno tersebut telah berharap bisa mengantongi uang banyak dari Freeport.
"Iya, target kami Rp 1 triliun dari Freeport," ujar Deputi bidang Usaha Energi, Logistik, dan Perhubungan Kementerian BUMN Dwijanti Tjahjaningsih beberapa waktu lalu.
Meski begitu, Maroef mengatakan perusahaannya akan memenuhi segala kewajiban sebagai perusahaan asing yang memiliki aktivitas dan investasi di Indonesia. Ia berharap dengan adanya rencana perubahan status dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) bisa menjadi katalis positif untuk kinerja perusahaan kedepan.
"Semoga saja dengan adanya kepastian ini target-target manajemen seperti produksi bisa tercapai sehingga bisa memberikan benefit dan dividen," tandasnya.
(gen)