Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Dunia kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global menyusul gejolak pasar finansial di tengah rencana Bank Sentral Amerika Serikat menaikkan suku bunga acuan (The Fed rate). Indonesia dan negara berkembang lainnya diminta waspada gejolak yang terjadi karena membuat tantangan ekonomi ke depan menjadi lebih berat.
Menurut laporan
Global Economic Prospects (GEP) terbaru dari Kelompok Bank Dunia, ekonomi global kemungkinan akan tumbuh 2,8 persen pada tahun ini, turun dari proyeksi Januari lalu di level 3 persen. Sementara pada 2016 ekonomi global diprediksi tumbuh 3,3 persen dan 3,2 persen di tahun 2017.
Kaushik Basu, Chief Economist dan Senior Vice President Bank Dunia, mengatakan rencana normalisasi kebijakan moneter AS merupakan ancaman utama yang menghantui ekonomi global. Pasalnya, kenaikan The Fed rate berpotensi menguras likuiditas global dan meningkatkan biaya pinjaman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hal ini terutama akan berdampak buruk pada negara berkembang yang lebih rentan dan dapat melemahkan prospek pertumbuhan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (11/6).
Bagi negara berkembang pengekspor komoditas, lanjut Basu, perlambatan arus modal akan memperuncing tantangan mereka.
Dalam laporan tersebut, negara-negara berkembang diproyeksikan tumbuh 4,4 persen tahun ini, turun dari prediksi awal 4,8 persen. Pertumbuhannya baru berpotensi tumbuh sebesar 5,2 persen pada 2016, dan 5,4 persen pada 2017.
"Semenjak krisis keuangan, negara berkembang adalah mesin pertumbuhan dunia. Tetapi sekarang mereka menghadapi kondisi ekonomi yang lebih sulit," kata Presiden Kelompok Bank Dunia Jim Yong Kim.
Dia menyatakan pihaknya akan melakukan segala upaya untuk membantu agar negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah lebih tangguh, sehingga mereka dapat melalui masa transisi ini.
“Kami percaya, negara-negara yang berinvestasi di bidang pendidikan dan kesehatan masyarakat, memperbaiki iklim usaha, dan menciptakan lapangan kerja melalui perbaikan infrastruktur akan semakin kuat di masa mendatang. Investasi semacam ini akan membantu ratusan juta orang mengangkat diri keluar dari kemiskinan," katanya.
Kim menilai negara-negara berkembang menghadapi serangkaian tantangan berat di tahun ini, antara lain tingginya biaya pinjaman yang memaksa mereka beradaptasi dengan era baru harga minyak dan komoditas yang lebih rendah.
“Dengan kenaikan suku bunga di Amerika, pinjaman semakin mahal bagi negara berkembang selama beberapa bulan mendatang,” jelasnya.
Menurutnya, proses ini akan berlanjut, mengingat pemulihan ekonomi Amerika terus berlangsung dan suku bunga di negara-negara besar lainnya tetap rendah. Namun, laporan tersebut mengingatkan adanya risiko cukup besar.
Laporan Bank Dunia tersebut mengungkapkan kenaikan suku bunga The Fed dapat memicu volatilitas pasar dan mengurangi arus modal ke negara berkembang hingga 1,8 poin persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
(ags/gen)