Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Perindustrian Saleh Husin mengusulkan penghapusan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) untuk pelaku industri kecil yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor P.43/Menhut-II/2014. Menurut Saleh ketentuan aturan tersebut hanya menghambat perkembangan industri kecil.
Sementara, saat ini industri furnitur lokal diharapkan mampu memanfaatkan peluang dari pemberlakuan kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
"Salah satu caranya adalah dengan menghapus SVLK, kami minta tidak berlaku untuk industri kecil agar mereka lebih cepat berkembang," kata Saleh di Jakarta, Jumat (12/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Saleh, berdasarkan Permenhut tersebut seluruh industri kayu wajib mendapatkan sertifikat SVLK. Bahkan adanya SVLK pun bisa menentukan keputusan ekspor bagi industri, karena di dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 81 tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan disebutkan bahwa seluruh ekspor produk kayu harus memiliki keterangan legalitas, baik berupa SVLK maupun inspeksi per kontainer.
Seandainya menteri terkait bersedia menghapus ketentuan itu, Saleh optimistis pelaku industri furnitur Indonesia bisa berkompetisi dan memanfaatkan MEA untuk menggenjot ekspor. Pasalnya furnitur Indonesia telah mendapat pengakuan dunia internasional atas kualitasnya. Apalagi pasokan bahan baku industri mebel masih bisa dipasok dari dalam negeri sehingga mampu meningkatkan nilai tambah.
“Pasar Asean yang bisa dimanfaatkan untuk memasarkan furnitur Indonesia itu 620 juta jiwa. Kualitas produk kita berani diadu. Kreativitas desain juga jangan ditanya, pelaku industri dan para desainer kita kondang dengan ragam desain tradisional maupun kontemporer," tambah Saleh.
Keoptimisan ini juga ditopang dengan kinerja industri furnitur Indonesia yang menunjukkan pertumbuhan positif. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, pada kuartal I 2015 indutri bertumbuh 5,1 persen atau naik dua kali lipat dibanding periode yang sama 2014 dimana pertumbuhannya hanya 2,4 persen.
Sedangkan secara keseluruhan, Kementerian Perindustrian menargetkan pertumbuhan industri agro tahun ini sebesar 7,5 persen, atau lebih tinggi dibandingkan dengan target industri manufaktur sebesar 6,83 persen. Pertumbuhan tersebut diharapkan mampu berkontribusi pada produk domestik bruto (PDB) industri pengolahan non-migas sebesar 46 persen.
Di samping itu, Kemenperin juga menargetkan nilai ekspor industri agro sebesar US$ 35,42 miliar, serta nilai investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) di sektor agro ditargetkan sebesar Rp 60 triliun dan penaman modal asing (PMA) sebesar US$ 20 miliar pada tahun ini.
(gen)