Dewan Sawit Usul 90 Persen Dana Bea Keluar untuk CPO Fund

CNN Indonesia
Jumat, 19 Jun 2015 11:45 WIB
"Kalau harga CPO di atas US$ 750 per ton maka bea keluar dikenakan, tetapi apakah CPO fund juga tetap kena? Ganda dong," kata Ketua Umum DMSI Derom Bangun.
Kebun dan pabrik pengolahan kelapa sawit milik PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk di Kalimantan. (Dok. Sawit Sumbermas Sarana)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) mengusulkan agar pemerintah mengalokasikan sekitar 90 persen dari pungutan bea keluar komoditas kelapa sawit untuk dana pengembangan perkebunan sawit. Hal itu diperlukan agar pengusaha sawit tidak dikenakan pungutan ganda ketika harga minyak sawit mentah (CPO) melampaui batas minimal pengenaan BK yakni sebesar US$ 750 per ton.

"(CPO fund) ini dipungut US$ 50 per ton ketika harga CPO di bawah US$ 750. Ketika harga CPO di atas itu akan kena BK, misalnya US$ 56 per ton, maka pemerintah akan buat peraturan yang US$ 50 disisihkan buat program (CPO fund) ini dan sisanya US$ 6 masuk ke kutipan bea keluar di APBN," ujar Ketua Umum DSMI Derom Bangun di kantornya, Kamis (18/6).

Menurut Derom, dana pungutan bea keluar atas CPO yang amsuk dalam APBN selama ini tidak pernah jelas peruntukannya bagi pengembangan perkebunan sawit. Skema dana pengembangan perkebunan sawit dinilai sebagai gagasan yang positif ketimbang bea keluar yang selama ini tidak dirasakan langsung oleh seluruh pemangku kepentingan sawit.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita semua tahu pungutan ini akan diberlakukan saat harga CPO di Rotterdam di bawah US$ 750 per ton. Ketika harga mencapai US$ 750 atau lebih di Rotterdam, itu bagaimana? Apakah pungutan ini jalan terus dan bea keluar jalan juga? Kalau itu terjadi maka kami nilai pungutan ganda," tuturnya.

Prediksi Harga

Sahat Sinaga, Ketua Gabungan Industri Minyak Nambati Indonesia (GIMNI) berharap bea keluar tidak lagi dikenakan kepada eksportir sawit ketika harga CPO di Rotterdam di atas US$ 750 per ton. Artinya, cukup dana pengelolaan perkebunan sawit saja yang dipungut mengingat harga komoditas ini sedang tertekan dan akan sulit naik tinggi hingga beberapa waktu ke depan.

"Sebagai pelaku usaha kami tidak yakin harga CPO akan naik tinggi. Kalau dulu harga bisa sampai US$ 1.100 per ton, paling-paling kalau pun harga naik hanya sampai US$ 780 per ton,"tuturnya.

Bencana El Nino yang menyebabkan kekeringan, kata Sahat, menjadi salah satu faktor yang akan mempengaruhi harga CPO ke depan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER