Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said memberikan waktu selama satu tahun bagi PT Pertamina (Persero) sebagai masa transisi atau alih kelola Blok Mahakam di Kalimantan Timur sebelum diserahkan oleh operator sebelumnya Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation mulai 1 Januari 2018.
“Total, Inpex, dan Pertamina akan mendiskusikan lebih lanjut tentang tahapan alih kelola Mahakam dalam empat-lima bulan ke depan, sehingga di 1 Januari 2016 alih kelola bisa berjalan mulus,” kata Sudirman di kantornya, Jumat (19/6).
Bersamaan dengan itu, mantan bos PT Pindad (Persero) menginstruksikan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) untuk menyiapkan syarat dan kondisi (
terms and conditions) dari pemerintah bagi operator baru Blok Mahakam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“
Terms and conditions itu supaya dituangkan dalam kontrak bagi hasil, selambatnya pada akhir tahun kontrak ditandatangani,” kata Sudirman.
April 2015 lalu, Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengaku kesulitan mengajak Total dan Inpex menyusun pokok perjanjian pengelolaan Blok Mahakam sebagai bagian dari masa transisi blok tersebut.
Syamsu menjelaskan manajemen perseroan telah menerima surat instruksi dari pemerintah untuk memulai pembahasan HoA Blok Mahakam yang akan habis kontraknya pada 2017 mendatang.
"Namun Total dan Inpex belum mau berdiskusi, alasannya mereka belum menerima surat dari SKK Migas," ujar Syamsu. Atas dasar itulah, Syamsu menyebut, belum ada kemajuan berarti dari negosiasi HoA Blok Mahakam dengan dua perusahaan pengelola blok tersebut sampai saat ini.
Jaga ProduksiBegitu pentingnya masa alih kelola atau transisi peralihan operator Blok Mahakam adalah pemerintah ingin produksi blok kaya gas tersebut tidak anjlok saat diserahterimakan kepada Pertamina oleh Total dan Inpex.
Berdasarkan catatan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), di industri migas tahap peralihan operator sebagai masa transisi merupakan hal yang sangat krusial bagi operator berikutnya untuk menjaga tingkat produksi.
"Tanpa transisi, pasti turun produksinya dari produksi rata-rata saat ini," kata mantan Sekretaris SKK Migas Gde Pradnyana beberapa waktu lalu.
Sebagai informasi, rata-rata angka produksi gas Mahakam saat ini berada di kisaran 1.600 juta kaki kubik per hari (mmscfd) sementara untuk jumlah produksi kondesat sebesar 60 ribu barel minyak ekuivalen per hari (BOEPD). Realisasi produksi itu tadi disumbang dari lima lapangan yaitu Tunu, Tambora, Peciko, Sisi Nubi dan South Mahakam.
Jika tak ada masa transisi, Gde bilang produksi Blok Mahakam akan seperti blok
West Madura
Offshore (WMO) yang ketika itu Kodeco Energy sebagai operator WMO tidak mengizinkan PT Pertamina Hulu Energi sebagai operator pengganti untuk masuk ke WMO sebelum kontrak berakhir di 2011.
"Akibatnya produksi minyak WMO sempat turun sekitar 11 ribu barel per hari (BPH) atau 30-40 persen dari produksi rata-rata, ketika Kodeco menyerahkannya ke Pertamina," katanya.
(gen)