Tekan Dwelling Time, Bea Cukai Rencanakan Tarif Progresif

CNN Indonesia
Selasa, 23 Jun 2015 18:38 WIB
Biaya penginapan barang yang rendah selama ini disinyalir menjadi alasan mengapa barang-barang tersebut tak segera diambil.
Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Sabtu, 21 Februari 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mengatakan bahwa kebijakan tarif progresif akan diberlakukan bagi barang-barang yang ditimbun importir setelah mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) dari DJBC. Pasalnya, biaya penginapan barang yang rendah selama ini disinyalir menjadi alasan mengapa barang-barang tersebut tak segera diambil oleh para importir.

Plt Direktur Jenderal Bea Cukai, Supraptono mengatakan lamanya waktu penimbunan barang di pelabuhan ini juga berpengaruh terhadap lamanya waktu dwelling time, khususnya di proses setelah pemeriksaan bea cukai (post costums clearance). Ia beralasan, banyak pengusaha yang tak mau mengambil segera barangnya meskipun telah diperiksa karena mereka merasa pelabuhan adalah gudang yang paling aman.

"Fakta di lapangan memang banyak importir yg memang tidak punya gudang, jadi barang-barang mereka ditimbun di pelabuhan dan itu berpengaruh ke dwelling time. Kemarin waktu pertemuan di Kemenkeu, akan diambil kebijakan oleh otoritas pelabuhan dengan menerapkan biaya progresif bagi para kontainer yang menginap di pelabuhan tersebut berhari-hari," ujarnya di Jakarta, Selasa (23/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selama ini, ia mengatakan bahwa tarif yang dikenakan bagi barang-barang yang ditimbun pengusaha di pelabuhan adalah tarif flat per kontainer per hari. Dengan adanya tarif progresif, maka diharapkan pengusaha akan segera memindahkan barang-barangnya dari pelabuhan ke gudang di luar karena tarif menyimpan di luar akan jauh lebih murah dibanding pelabuhan.

"Nanti akan disesuaikan biayanya. Tarif inap barang yang sekarang dirasa masih menguntungkan pengusaha, karena ongkos untuk menimbun barang di pelabuhan masih lebih murah daripada ditimbun di luar," tegas Supraptono.

Kendati menginginkan hal tersebut, Supraptono mengatakan bahwa keputusan pengenaan tarif progresif ini bukan diputuskan oleh instansinya, melainkan oleh otoritas pelabuhan. Supraptono beralasan bahwa para pengusaha menimbun barang setelah dikeluarkannya SPPB dari DJBC, atau setelah proses pemeriksaan dari DJBC selesai.

"Ini bukan jadi domain bea cukai, tapi lebih tepat bagi domain otoritas pelabuhan. Karena pada dasarnya ini bukan bagian dari customs clearance, tapi post customs clearance. Kami pun juga tak bisa mengusulkan berapa besaran tarifnya, kan yang mengatur barang-barang ditimbun itu adalah otoritas pelabuhan," tambahnya.

Masalah dwelling time menjadi perhatian beberapa waktu terakhir pasca Presiden Joko Widodo mengungkapkan kekesalannya terhadap lama dwelling time di pelabuhan dalam kunjungannya ke Kantor Pelayanan Terpadu Terminal Penumpang Nusantara Pura Pelabuhan Tanjung Priok, Rabu (17/6) lalu.

Menurutnya, rata-rata dwelling time selama 5,5 hari di Indonesia masih jauh lebih lama dibandingkan negara lain. Jokowi bahkan sempat mengancam akan mencopot menteri, direksi badan usaha milik negara (BUMN) pelabuhan, hingga operator di lapangan yang dianggap tak mampu mempersingkat dwelling time sesuai target yang ditetapkan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER