Pertamina Mayoritas di Mahakam, DPR Beri Apresiasi

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Rabu, 24 Jun 2015 11:46 WIB
Mahakam bisa menjadi contoh bagaimana pemerintah menunjukkan komitmen yang serius untuk mengambilalih dan mengelola blok minyak dan gas bumi.
Kontrak bagi hasil blok Mahakam ditandatangani tahun 1967, kemudian diperpanjang pada 1997 untuk jangka waktu 20 tahun sampai tahun 2017 dengan Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation sebagai operator. (Dok. SKK Migas)
Jakarta, CNN Indonesia -- Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memberikan 70 persen participating interest (PI) Blok Mahakam di Kalimantan Timur untuk PT Pertamina (Persero) mendapat respons positif dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Syaikhul Islam Ali, Anggota Komisi VII DPR mengapresiasi keputusan tersebut. Menurutnya, Mahakam bisa menjadi contoh bagus bagaimana pemerintah menunjukkan komitmen yang serius untuk mengambilalih dan mengelola blok minyak dan gas bumi (migas) yang telah habis kontrak kerjanya.

“Saya apresiasi keputusan Pemerintah. Angka 70 persen harus dilihat positif karena yang terpenting Pertamina sebagai National Oil Company (NOC) pegang mayoritas,” kata Ali ketika dihubungi, Rabu (24/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wakil Sekretaris Fraksi PKB itu menambahkan, Pemerintah hendaknya tidak hanya mengambilalih pengelolaan blok Mahakam saja. Tapi blok-blok dan wilayah pertambangan lain yang akan habis masa kontraknya harus dikelola oleh negara melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Tidak hanya blok Mahakam yang harus di take over, blok migas dan kontrak kerja pertambangan lainnya yang akan habis kontraknya harus dikelola negara. Nanti BUMN yang ditugasi langsung dalam operasionalnya,” jelasnya.

Sementara Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan kebijakan pemerintah ini sudah selayaknya disambut baik oleh Pertamina. Untuk itu Pertamina harus membuat persiapan matang dari segala aspek untuk mengelola blok kaya gas nantinya.

"Saya sebenarnya setuju saja nasionalisasi migas atau tambang apapun. Tapi tidak harus dipaksa, karena ini terkait hubungan multilateral," kata Agus.

Agus menyarankan agar Pertamina mempersiapkan segala sesuatu untuk mengelola Mahakam mulai dari sumber daya manusia, kilang pengolahan gas, sampai pasar penjualan gas tersebut.

“Tidak mudah menangani produksi gas sebesar itu. Buat Total E&P Indonesie menguntungkan, tapi belum tentu ketika diambilalih Pertamina menguntungkan kalau mereka tidak siap dengan segala sesuatunya. Jangan sampai pendapatan negara malah turun," tegas Agus.

Persiapan yang dibutuhkan Pertamina dalam mengakuisisi Blok Mahakam, sambung dia, antara lain sumber daya manusia, kekuatan pendanaan karena praktis itu akan menjadi beban perusahaan pelat merah tersebut, dan kilang gas yang sanggup mengolah produksi gas.

Amankan Pasar

Selain itu, Pertamina juga harus mengamankan jaringan penjualan. Sebab Agus menilai Pertamina harus memastikan bahwa pasar Total E&P Indonesie mau membeli produksi gas Pertamina dari Blok Mahakam karena gas yang sudah diproduksi harus segera dijual.

"Pastikan pasar Total masih mau beli gas kita, ini tidak mudah karena harus dibicarakan lagi karena terkait fee dan mekanisme lain. Jangan sampai seperti gas dari Tangguh, sudah dibawa kapal ke mana-mana tapi Amerika Serikat tidak mau beli karena sudah ada shale gas," tegasnya.

Kontrak Kerja Sama (KKS) wilayah kerja Mahakam awalnya ditandatangani pada 6 Oktober 1966 dan akan habis 30 Maret 1997. Kontrak tersebut kemudian diperpanjang pada 11 Januari 1997 dan akan berakhir pada 31 Desember 2017.

Mahakam memiliki luas 2.738,51 kilometer persegi dan terletak di Provinsi Kalimantan Timur serta merupakan wilayah kerja onshore dan offshore. Mahakam mulai berproduksi pertama kali pada 1974 dengan rata-rata produksi tahunan sampai 16 Juni 2016 adalah gas sebanyak 1.747,59 MMSCFD serta minyak dan kondensat sebanyak 69.186 BOPD. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER