Faisal Basri Ragukan Kemampuan BUMD Ikut Garap Mahakam

Giras Pasopati, Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Selasa, 23 Jun 2015 13:16 WIB
"Ada klausul paling banyak 10 persen, tetapi ada kalimat berdasarkan kelaziman bisnis. Ini tidak tegas," ujar Faisal Basri.
Ekonom Faisal Basri saat berbincang di kantor redaksi CNN Indonesia, Jakarta, Senin (22/6). (CNN Indonesia/Gentur Putro Jati)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ekonom Faisal Basri mengkritik Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 15 tahun 2015 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerjasamanya. Menurut Faisal, Menteri ESDM Sudirman Said tidak secara tegas membatasi jatah participating interest (PI) sebesar 10 persen bagi badan usaha milik daerah (BUMD) dalam mengelola blok migas yang akan kadaluarsa kontraknya tersebut.

“Ada klausul paling banyak 10 persen, tetapi ada kalimat berdasarkan kelaziman bisnis. Ini tidak tegas,” kata Faisal di kantor redaksi CNN Indonesia, Selasa (23/6).

Dengan demikian, Faisal mengaku tidak heran jika Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melalui BUMD nya PT Migas Mandiri Pratama bersikukuh akan tetap meminta porsi PI sebesar 19 persen dari wilayah kerja Mahakam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Saya tidak setuju masuk lewat BUMD. Banyak yang tidak benar. Kalau saya lebih memilih langsung saja masuk ke APBD (Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah). Kenapa harus ribet lewat BUMD?” ungkapnya.

Menurutnya jika porsi PI masuk ke APBD, hal tersebut dinilai bakal lebih transparan dan mempermudah proses pengawasan. Sementara jika melalui BUMD, hal tersebut rentan diselewengkan oleh oknum pejabat daerah yang berpotensi memilih menggandeng pihak swasta untuk memenuhi pendanaan yang dibutuhkan pada proyek tersebut (cashcall). Sebelumnya, manajemen PT Pertamina (Persero) sebagai operator baru Mahakam mulai 2018 menyebut perseroan membutuhkan cashcall sebanyak US$ 2,5 miliar per tahun untuk mengoperasikan Mahakam.

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja mengatakan, meski pemerintah telah mengimbau Pemerintah Daerah untuk tidak menggunakan alokasi APBD guna menutupi cashcall, mekanisme pembiayaan atas kepemilikan PI dapat dilakukan dengan beberapa cara.

Pertama, Pemerintah Daerah dapat meminjam dana melalui skema penerbitan surat utang (obligasi) atau pembiayaan kredit lainnya.

Kedua, Pemerintah Daerah melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) bisa menggandeng PT Pertamina (Persero) atau kontraktor lain guna menutupi kebutuhan cashcall.

Berangkat dari hal itu, Wiratmaja mengatakan tak ada alasan bagi Pemda untuk bekerjasama dengan pihak swasta guna menutupi kebutuhan cashcall.

"Kami inginnya PI ini dirasakan langsung oleh masyarakat. Jadi PI untuk Pemda harusnya dikelola BUMD 100 persen," katanya.

Tetap Rangkul Swasta

Sementara, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur sendiri dipastikan akan mengelola jatah PI Mahakam melalui perusahaan daerah Migas Mandiri Pratama bersama mitranya PT Yudistira Bumi Energi.

Laman Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menyebutkan jika provinsi yang dipimpin oleh Gubernur Awang Faroek Ishak tersebut memperoleh 19,1 persen PI, maka Pemerintah Provinsi akan membaginya dengan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara melalui perusahaan daerah dan konsorsium yang dibentuk perusahaan milik kedua pemerintah daerah tersebut. Di mana konsorsium Migas Mandiri Pratama dan Yudistira akan menguasai 60 persen saham atau sekitar 11,4 persen dari 19,1 persen itu.

Awang memastikan, instansinya sangat terbuka untuk menjelaskan konsorsium Migas Mandiri Pratama dan Yudistira telah mendapat dukungan pembiayaan dari Stanley Morgan dan Standard Chartered Bank. Karena itu, ia juga berharap agar Pemerintah Kutai terbuka menjelaskan konsorsium mereka termasuk investor yang mereka gandeng untuk berpartisipasi di Mahakam nanti.

"Sampai hari ini saya belum tahu siapa mitra dari Kutai Kartanegara. Harusnya kita tahu juga sehingga semua bisa lebih jelas," imbuh Awang.

Sementara Direktur Migas Mandiri Pratama Hazairin Adha menjelaskan bahwa Yudistira telah menawarkan dua skema kerjasama terkait hak partisipasi pengelolaan Blok Mahakam.

Pertama, sebelum berakhirnya kontrak Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation pada 2017, jika dalam dua tahun ke depan terbuka kemungkinan daerah dapat menanamkan saham maka komposisinya adalah 20 persen untuk Kalimantan Timur dan 80 persen untuk Yudistira. Kemudian pasca kontrak berakhir, persentasenya berubah menjadi 25 persen untuk Kalimantan Timur dan 75 persen untuk Yudistira.

Hazairin juga memastikan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur tidak akan mengeluarkan biaya untuk pembelian saham itu karena semua pembiayaan akan menjadi beban Yudistira, termasuk jika terjadi kerugian akibat kerjasama ini.

"Semua ditanggung Yudistira. Termasuk jika kita harus menyetor dari persentase yang telah disepakati, dikalikan dengan nilai saham yang diperkirakan mencapai Rp 300 triliun itu," tegasnya Hazairin.

Kerjasama dengan Yudistira menurutnya harus dilakukan karena dari penelusurannya, tidak ada satupun pengelolaan blok migas di Indonesia yang dilakukan dengan sumber pendanaan APBD. “Semua dilakukan dengan pembiayaan investor,” katanya. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER