Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan meminta klarifikasi dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno terkait rencana penarikan fasilitas pinjaman sebesar Rp 520 triliun dari Tiongkok oleh perusahaan pelat merah. Anggota dewan khawatir pinjaman tersebut berupa piutang lancar BUMN yang akan dilepas sahamnya ke pihak asing.
“Kami akan klarifikasi pinjaman ke Tiongkok sebesar Rp 520 triliun yang rencananya mau di alihkan ke BUMN. Tentunya Komisi VI akan mempertimbangkan suntikan kepada BUMN tersebut di saat kondisi ekonomi yang tidak stabil seperti saat ini,” ujar Anggota Komisi VI DPR Ihsan Yunus di Jakarta, Kamis (25/6).
Ihsan menilai seharusnya pejabat pemerintah tidak memaksakan pinjaman ditengah perekonomian negara yang melemah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Karena ini sebetulnya hanya pengalihan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari kementerian teknis ke BUMN melalui Penyertaan Modal Negara (PMN). Sementara saat ini dolar sedang naik, inflasi tinggi dan lain-lain maka kami sarankan jangan di paksakan pinjaman itu,” katanya.
Ihsan khawatir di tengah kondisi ekonomi nasional yang belum menunjukkan tanda-tanda perubahan yang positif, jika Indonesia mengalami krisis dan tidak mampu bayar maka secara otomatis akan mengganggu kemampuan BUMN dalam membayar utang tersebut.
Di sela-sela Paris Air Show 2015 di Perancis pekan lalu, Rini mengaku telah meneken perjanjian kerjasama bantuan pendanaan terhadap sejumlah BUMN di Indonesia. Tak tanggung-tanggung, nilai pinjaman yang diboyong Rini mencapai US$ 40 miliar, atau sekitar Rp 520 triliun.
"Saya katakan kepada Bank of China Aviation, saya juga kemarin baru saja dari Beijing. Kami sudah mempunyai kesepakatan pembiayaan US$ 40 miliar dari China Development Bank dan ICBC," kata Rini usai menghadiri penandatanganan perjanjian antara Garuda Indonesia dengan BOC Aviation, Selasa (16/6).
Sebelumnya, Rini juga pernah mengungkapkan misinya menyerap dana dari Tiongkok. Menurut rini, PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) akan diminta untuk menggunakan dana dari Tiongkok untuk
refinancing proyek-proyek infrastruktur yang telah dibiayai oleh perbankan BUMN. Seperti misalnya Jalan Tol Atas Laut Bali. Artinya proyek yang telah dibiayai oleh Bank BUMN selanjutnya kreditnya ditalangi oleh dana Tiongkok tersebut.
Dana dari talangan untuk proyek yang sedang atau sudah berjalan selanjutnya diputar kembali oleh bank BUMN, untuk membiayai proyek infrastruktur lain. Program
refinancing akan lebih banyak ditujukan untuk proyek pembangunan pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW).
(gen)