Jakarta, CNN Indonesia -- Usulan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) soal pemberian amnesti bagi para koruptor yang "kabur" ke luar negeri mendapat tanggapan beragam dari beberapa pihak. Kali ini, Jaksa Agung H.M. Prasetyo yang bersuara mengenai rencana tersebut.
Prasetyo mengatakan Kejaksaan Agung akan melihat perkembangan pembahasan yang terjadi antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selaku pihak yang membahas mengenai pengampunan dari sisi perpajakan tersebut. Dia pun meminta agar masyarakat jangan berprasangka buruk dulu mengenai pengampunan tersebut.
"Jangan prasangka buruk dulu, yang dirancang oleh pemerintah atau parlemen pasti bertujuan baik untuk masyarakat," ujar Prasetyo saat dihubungi, Jumat (26/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prasetyo pun enggan berandai-andai soal kemungkinan rencana pengampunan pajak pada akhirnya disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Namun jika benar begitu Kejaksaan Agung siap memberikan masukan, baik untuk pemerintah ataupun DPR.
"Jika memang ada indikasi ke sana (penyalahgunaan), tentu kami akan beri masukan," ujar mantan politisi asal Partai Nasional Demokrat tersebut.
"Namun karena sifatnya masih rancangan yang akan dibahas, maka sebaiknya kita pantau dan lihat saja dulu prosesnya,” katanya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Sigit Priadi Pramudito menyebut wacana pengampunan pidana bagi mafia dan penggelap uang negara (
special amnesty) muncul pertama kali dari gedung DPR. Berdasarkan usulan tersebut, DJP mengkaji tebusan pajak yang pantas dikenakan kepada para penjahat tersebut, yakni sekitar 10-15 persen dari total dana haram yang mengendap di luar negeri.
"Wacana ini sudah ada tanggapan dari pelaku (penggelap uang negara). Bahkan ada yang nawar, DPR minta 2 persen saja," ujar Sigit di kantornya, Kamis (28/5) malam.
Wacana ini, kata Sigit, akan dilegalkan dalam bentuk Undang-Undang (UU) yang tengah diupayakan masuk dan dibahas bersama DPR pada paruh kedua tahun ini. Apabila melihat rancangan UU-nya yang tidak memuat terlalu banyak pasal, Sigit optimistis beleid kontroversi ini bisa dibahas cepat dalam dua atau tiga bulan.
"Prolegnas kan dimulai Juni 2015. Kami akan upayakan secepatnya dibahas DPR, kalau September atau Oktober selesai (dibahas DPR), bisa saja
special amnesty diterapkan akhir tahun ini," katanya.
(gen)