Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina (Persero) memulai audit forensik terhadap Pertamina Energy Trading Limited (Petral) dan dua anak usahanya Pertamina Energy Service (PES) dan Zambesi Investment Limited (ZI) sejak 29 Juni 2015.
Kegiatan yang merupakan bagian dari proses likuidasi ini dilakuan Pertamina dengan menggandeng beberapa auditor independen, antara lain Kordamentha, perusahaan forensik keuangan yang berpusat di Australia.
Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate Communication Pertamina menjelaskan audit hanya dilakukan untuk kegiatan pengadaan minyak dan laporan keuangan mulai dari 2012 hingga 2014.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita lakukan bertahap. Untuk tenor audit kami sesuaikan dengan kebutuhan yang ada," ujar Wianda kepada CNN Indonesia, Rabu (7/7).
Sebagai informasi, audit ini terkait dengan upaya melikuidasi Pertal dan dua anak usahanya, yang merupakan rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya hanya menginginkan audit forensik dan bukan audit investigasi seperti yang didorong Tim Reformasi.
Disamping itu, Pertamina selaku induk usaha Petral pun urung melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku lembaga negara yang berwenang menentukan ada atau tidaknya kerugian negara dalam pengadaan minyak oleh Petral dan PES.
"Untuk BPK tentunya terbuka opsi untuk mengundang sesuai perkembangan yang ada," tutur Wianda.
Setengah HatiPada kesempatan berbeda, pengamat kebijakan energi Yusri Usman menilai Pertamina tak serius melakukan audit terhadap kegiatan pengadaan minyak dan catatan keuangan Petral. Karenanya, ia mendesak manajemen Pertamina segera melakukan kajian dan audit yang mendalam terhadap Petral, PES dan ZI mulai dari awal kegiatan impor minyak.
"Audit forensik ini aneh karena hanya difokuskan pada kegiatan selama 2012 sampai 2014. Kalau ingin membuktikan adanya mafia migas, harusnya audit dilakukan mulai dari (pencatatan) 2004 ketika PES berubah fungsi menjadi pengimpor, bukan lagi pengekspor minyak. Dan yang lebih aneh lagi mengapa BPK tidak dilibatkan disini," katanya.
(ags)