Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan menanggapi pemangkasan proyeksi angka pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015 yang dibuat oleh Bank Dunia. Kepala Badan Kebijakan Fiskla (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengakui memang ada pelemahan dari sisi konsumsi rumah tangga dan lambatnya belanja yang dilakukan oleh negara.
Ia mengatakan pemerintah sangat terbuka dengan berbagai masukan prediksi pertumbuhan ekonomi dari berbagai pihak.
"Di meja saya ada 50 masukan prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini. Ada banyak variasi disana. Tapi konsensusnya, BI perkirakan 5-5,4 persen, IMF 4,7 persen, Bank Dunia 4,7 persen, ADB 5 persen, pemerintah 5,2 persen. Kami sudah umumkan resmi. Banyak proyeksi dan kami terima saja," ujar Suahasil di Jakarta, Rabu (8/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun Suahasil menolak anggapan bahwa Kementerian Keuangan menjadi penanggungjawab tunggal atas pelemahan ekonomi yang terjadi selama ini. Menurutnya, lemahnya serapan anggaran terjadi di sejumlah kementerian dan lembaga teknis yang dinilai bisa menjadi penggerak roda perekonomian di tengah lesunya ekspor komoditas.
Ia menilai dalam tahun pertama pemerintahan, sejumlah kementerian dan lembaga harus mengalami bongkar pasang struktur kelembagaan sehingga eksekusi anggaran baru bisa dilakukan pada akhir kuartal I.
"APBN direvisi dan baru diterima pada Februari. Pemerintah kemudian mulai kerjakan Maret-April. Saya pikir tidak adil dikatakan pertumbuhan ekonomi melambat karena ini," ujarnya.
Tetap OptimistisKendati demikian, pemerintah tetap optimistis memasang target pertumbuhan di angka 5,2 persen hingga akhir tahun. Suahasil mengaku dirinya masih melihat ada rasa optimisme dari para pelaku pasar dan investor.
Menurut Suahasil, jika dilihat dari perspektif internasional, kenaikan peringkat kredit yang diberikan oleh pemeringkat internasional Standard and Poor’s (S&P) dari Stable menjadi Positive Outlook menjadi bukti perekonomian Indonesia masih menjadi incaran investor.
"Ketika Indonesia menjual surat utang negara (SUN)
bid cover ratio 4,8 kali lebih besar dari Jerman. Begitu juga sukuk lebih dari 3,3. Respons pasar internasional masih sangat bagus," ujarnya.
Manfaat langsung dari pelebaran ruang fiskal akibat adanya pencabutan subsidi bahan bakar minyak (BBM) memang belum bisa dinikmati dalam jangka pendek. Menurut Suahasil, manfaat tersebut bisa dirasakan setelah program pembangunan secara bertahap terselesaikan.
"Manfaatnya masih ada di depan, kami berani katakan pertumbuhan ekonomi 5,2 persen di 2015. Kami akan bekerja keras untuk mewujudkan. Kami harus segera laksanakan anggaran," ujarnya.
(gen)