Ekonom: Tekanan Harga Komoditas Seret China ke 'Jurang'

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Rabu, 08 Jul 2015 16:40 WIB
Investasi yang mayoritas tertanam di sektor komoditas turut terseret jatuh akibat melemahnya harga komoditas. Itu ikut bikin bursa saham China jeblok.
Ilustrasi (ChinaFotoPress/Getty Images)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia Ndiame Diop menilai perekonomian China memiliki pengaruh pada Indonesia terutama tekanan rendahnya harga komoditas yang jadi beban negeri itu. Dia menilai, tekanan itu ikut menyeret bursa saham China ke jurang, pada hari ini.

Diop mengatakan perekonomian China tumbuh tiga persen lebih rendah rata-rata dalam 10 tahun terakhir. Investasi yang mayoritas tertanam di sektor komoditas turut terseret jatuh akibat melemahnya harga komoditas.

"Ini berdampak besar bagi ekspor seluruh dunia. Tahun 2005-2011 termasuk awal krisis ekonomi global 2002, impor China dari Indonesia hanya 31,5 persen setiap tahun. Tahun 2012-2014 impornya dari Indonesia bahkan turun minus 25 persen," ujar Diop di kantor perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, Jakarta, Rabu (8/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun menurutnya koreksi harga saham di China sebetulnya masih dalam taraf normal apabila dibandingkan dengan pertumbuhan bursa saham China selama ini. Ia menyebut bahkan dalam satu bulan pertumbuhan bursa saham negeri itu pernah mencapai 100 persen.

"Jika melihat pasar modal di China, di sana pernah mengalami kenaikan luar biasa. Kenaikan bisa 100 persen. Apa yang terjadi dalam beberapa minggu ini, bila dibandingkan dengan harga sebelumnya tidak berdampak," katanya.

Menurut Diop krisis saham di China ini masih belum mempengaruhi pergerakan ekonomi dunia saat ini, yang memang sudah mulai lesu. Lagipula dia yakin pemerintah China akan cepat mengantisipasi potensi adanya krisis.

"Belum ada pengaruh terhadap dunia luar," ujarnya.

Indeks saham Shanghai di China anjlok lebih dari 8 persen dalam waktu sepuluh menit perdagangan dibuka pada pagi ini, Rabu (8/7). Kejatuhan indeks tersebut dinilai terjadi karena perubahan aturan margin saham setelah tingginya tingkat spekulasi di pasar saham negeri Tirai Bambu tersebut.

Untuk diketahui, sebelumnya bursa Shanghai meningkat tajam hingga 59 persen sejak awal tahun ini hingga 12 Juni 2015 ke level 5.166. Namun kemudian runtuh hingga level 3.727 atau 27,85 persen dari posisi puncak, pada penutupan Selasa (7/7).

Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia Satrio Utomo mengatakan ekonomi China sudah beberapa tahun terakhir sedang mengalami perlambatan pertumbuhan. Dengan kondisi ekonomi yang memburuk tersebut, Satrio menilai orang kemudian mencari aktivitas ekonomi yang bisa mendatangkan uang. (Baca: Anak SMP Bisa Main Saham, Pasar Modal China Jeblok) (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER