Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Kebijakan Fiskal (BKF) meminta masyarakat Indonesia, terutama pelaku pasar modal untuk tidak ikut panik dengan kejatuhan bursa saham China. Kepala BKF Suahasil Nazara meyakini gejolak yang terjadi di Negeri Tirai Bambu tak akan berdampak serius terhadap perekonomian Indonesia.
"Kami melihat pasar modal kita masih normal, meskipun mungkin akan terjadi koreksi. Tetapi sebenarnya itu sudah terjadi selama ini. Yang penting tidak perlu panik," ujarnya kepada CNN Indonesia, Rabu (8/7).
Dia mengatakan pemburukan ekonomi China dan Yunani merupakan fenomena global yang daya rambatnya tidak mudah untuk dihentikan. Intinya, pemerintah akan memantau serius perkembangan ekonomi China selaku mitra dagang utama Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya rasa ini global fenomena yang tidak bisa segampang itu disetop," katanya.
(Baca:
Bursa Tiongkok Anjlok, Investor Larikan Modal Triliunan Dolar)
Menurutnya, pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah mempunya protokol manajemen krisis jika sewaktu-waktu tekanan hebat melanda sistem keuangan nasional.
"BI punya cadangan devisa untuk intervensi pasar dan pemerintah punya Bond Stabilization Framework (BSF). Saya yakin efeknya tidak akan drastis, tapi patut diperhatikan serius," tuturnya.
Suahasil mengatakan gejolak yang terjadi di bursa saham China mungkin saja efek sampingan dari pemanasan ekonomi (overheating) Negeri Tirai Bambu. Hal itu tercermin dari pertumbuhan ekonomi China yang semakin menyusut yang berimplikasi pada melemahnya ekspor Indonesia ke negara tersebut.
"Apakah asetnya bubble atau overheating? itu bisa saja. Tapi kita perlu lihat lebih lanjut," tuturnya.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini menilai kendati ada gejolak ekonomi di Yunani dan China, sejauh ini kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia masih cukup baik. Hal itu terlihat dari kesuksesan pemerintah melelang surat utang negara, baik yang berdemoninasi rupiah maupun valas.
"Sebenarnya dalam berbagai paparan, Menteri Keuangan sudah menunjukan grafik-grafik pelarian modal dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Jadi sebenarnya sudah lama terjadi," tuturnya.
Bursa saham Tiongkok kembali terkoreksi dan terjun bebas sejak perdagangan dibuka pada pagi ini, Rabu (8/7). Shanghai Composite Indeks hingga siang ini anjlok lebih dari 8 persen, sedangkan Shenzen Component turun hampir 5 persen.
The Guardian melaporkan dalam waktu sepuluh menit perdagangan, lebih dari 1.000 saham di dua bursa Tiongkok tersebut anjlok rata-rata 10 % dan secara otomatis perdagangannya dihentikan karena terkena autorejection.
Sementara itu, sekitar 1.400 perusahaan atau lebih dari setengah yang melantai di bursa meminta perdagangan sahamnya dihentikan guna mencegah kerugian yang lebih besar.
(ags/gen)