Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah dibuka terjun 8 persen, indeks Shanghai di Tiongkok akhirnya ditutup meluncur 5,9 persen ke level 3.507 pada hari ini. Sebagian besar saham yang tercatat di indeks jeblok 10 persen, yang merupakan batas maksimum pelemahan sebelum perdagangannya dihentikan.
Sementara itu, seperti dikutip dari CNN Money, indeks Shenzhen yang nilai kapitalisasinya lebih kecil, terseret melemah 2,5 persen, sedangkan indeks Hang Seng Hong Kong terjerembab 5,8 persen.
"Saat ini ada suasana panik di pasar serta peningkatan penjualan saham yang besar dan tidak rasional. Hal itu menyebabkan likuiditas di pasar saham terganggu," demikian dilansir China Securities Regulatory Commission, otoritas pasar modal Tiongkok, dalam pernyataan resmi, Rabu (8/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk diketahui, sebelumnya bursa Shanghai meningkat tajam hingga 59 persen sejak awal tahun ini hingga 12 Juni 2015 ke level 5.166. Namun kemudian runtuh hingga level 3.727 atau 32 persen dari posisi puncak, pada penutupan hari ini.
Pemerintah Tiongkok kini melakukan segala sesuatu untuk bisa menyelamatkan pasar. Bank Sentral Tiongkok telah memangkas suku bunga ke rekor terendah, sedangkan broker telah berkomitmen untuk membeli miliaran nilai saham. Sementara itu regulator pasar modal telah mengumumkan aturan suspensi IPO yang baru.
China Securities Regulatory Commission menyatakan bahwa kebijakan-kebijakan tersebut telah aktif bekerja untuk meringankan krisis likuiditas di pasar.
Namun, investor jelas tidak yakin dengan upaya pemerintah tersebut. Nyatanya, pasar saham Tiongkok tetap mengalami fluktuasi yang liar, kadang-kadang dibuka naik dengan lonjakan sebanyak 7 persen, sebelum mengakhiri hari dengan penurunan tajam.
Setidaknya 1.430 dari 2.776 perusahaan yang diperdagangkan di Tiongkok telah memilih untuk menarik saham mereka karena aksi roller-coaster di pasar. Jumlah tersebut terus meningkat dan pada hari Rabu pagi, ratusan perusahaan mengumumkan penghentian perdagangan.
Teori yang paling kuat mengapa gelembung saham meledak adalah karena pertumbuhan ekonomi Tiongkok mencapai titik paling lemah sejak tahun 2009. Harga saham mendapat kesempatan tumbuh dan perusahaan untung, yang sebenarnya lebih rendah dari tahun lalu.
"Pasar saham Tiongkok telah terlepas dari realitas ekonomi Tiongkok sendiri, dan sayangnya
overvalued," ujar Patrick Chovanec, Managing Director Silvercrest Asset Management di Twitter.
Nilai Kapitalisasi yang MenguapMenurut Bespoke Investment Group, pasar saham Tiongkok kini kehilangan US$ 3,25 triliun. Jika dibandingkan, nilai tersebut lebih dari ukuran seluruh pasar saham Perancis dan sekitar 60 persen dari pasar Jepang.
Sementara ketika volatilitas merupakan masalah besar di Tiongkok, beberapa investor asing menyatakan terdapat banyak faktor lain di pasar saham tersebut. Perhatian nyata bagi investor asing Tiongkok adalah terkait perlambatan ekonomi dan dampak yang lebih luas dari pasar saham yang fluktuatif.
(gir/ded)