Jakarta, CNN Indonesia -- PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk berharap Bank Pembangunan China (CDB) menggunakan acuan London Interbank Offered Rate (LIBOR) dalam menetapkan tingkat suku bunga pinjaman. Hal ini terkait dengan rencana CDB mengucurkan pinjaman senilai US$ 1 miliar ke BRI, yang 30 persennya dalam bentuk renmimbi.
Direktur Keuangan BRI, Haru Koesmahargyo mengatakan CDB sudah berkomitmen untuk memberikan pinjakan senilai US$ 1 miliar ke BRI dengan tenor 3 sampai 10 tahun. Namun, belum ada kesepakatan tingkat suku bunga pinjaman karena masih dalam proses negosiasi, yang diharapkan tuntas pada bulan ini.
"Ekspektasi kita ya (suku bunga) pasar, kalau tenor 5 tahun ya berdasarkan LIBOR plus 200 basis poin. Tapi kalau Renminbi saya tidak hafal, pakai basis Shanghai soalnya," jelas Haru di gedung BRI, Senin (13/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Haru, 70 persen dari total US$ 1 miliar pinjaman CDB akan dikucurkan dalam mata uang dolar AS. Sedangkan 30 persen sisanya atau US$ 300 juta dalam bentuk renmimbi, yang ke depannya akan di-swap melalui Bank Indonesia.
"Fasilitas Renminbi dilakukan kalau ada proyek yang membutuhkan mata uang itu untuk proyek yang membutuhkan
machinery misalnya," jelas Haru.
Sebagai informasi,CDB akan mengucurkan pinjaman kepada BRI, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), dan PT Bank Mandiri Tbk masing-masing US$ 1 miliar. Pinjaman tersebut diperuntukan untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur di Tanah Air.
Mengenai proyek yang akan didanai BRI, Haru menyebut proyek pembangunan rel kereta dari Stasiun Manggarai menuju Bandara Soekarno-Hatta. Proyek senilai Rp 2,5 triliun tersebut nantinya dikerjakan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan PT Railink, perusahaan patungan PT KAI Dengan PT Angkasa Pura II.