Pertamina Didesak Transparan Soal Pengadaan Pertalite

Diemas Kresna Duta & Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Jumat, 24 Jul 2015 16:06 WIB
Pertalite diduga merupakan hasil pencampuran antara minyak dengan kadar oktan tinggi (HOMC) dengan nafta yang dilakukan di luar negeri.
Dirjen Migas Kementerian ESDM I Gusti Wiratmaja (kedua kanan) bersama Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto (kanan), Komisaris Utama Pertamina Tanri Abeng (kiri), dan Kepala BPH Migas Andi Sommeng (kedua kiri) mengisikan BBM Pertalite yang baru diluncurkan ke mobil pelanggan di SPBU Abdul Muis, Jakarta, Jumat (24/7). (Antara Foto/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerhati kebijakan energi, Yusri Usman mempertanyakan transparansi PT Pertamina (Persero) terkait penjualan BBM jenis baru, Pertalite. Dia meminta manajemen perusahaan migas pelat merah itu untuk membuka ke publik terkait mekanisme pengadaan dan pencampuran Pertalite.  

"Sebagai badan usaha milik negara ( BUMN) seharusnya Pertamina mempunyai tugas melayani kebutuhan BBM rakyat tersedia murah dan aman. Jadi adalah keliru besar kalau Pertamina bersikap seperti badan intelijen tatkala menjual variasi produk baru BBM yaitu Pertalite dan menjadikan mekanisme pengadaannya penuh teka-teki," ujar Yusri Usman kepada CNN Indonesia, Jumat (24/7).

Dengan dirilisnya BBM berkadar oktan 90 itu,  kata Yusri, dipastikan akan menggerus ketersediaan premium di pasar. Selain itu penjualan Pertalite juga diyakini Yusri akan meningkatkan impor minyak untuk campuran jika diproduksi di dalam negeri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti halnya BBM jenis lain, Yusri mengatakan Pertalite merupakan hasil pencampuran antara minyak dengan kadar oktan tinggi (High Octane Mogas Component/HOMC) dengan nafta (Naptha) yang dilakukan di luar negeri. Pasalnya, berdasarkan informasi yang dikumpulkannya, kapasitas kilang-kilang minyak milik Pertamina dinilai belum mampu memproduksi BBM jenis baru tersebut.

Dia mennyontohkan kilang Balongan, yang digembar-gemborkan mampu memproduksi Pertalite tetapi hingga kini tak kunjung menjadwalkan produksi varian baru BBM itu. Karenanya, Yusri
mendesak Pertamina transparan dan mengakui bahwa Pertalite adalah produk yang dihasilkan dari kegiatan impor atau bukan hasil hasil murni olahan minyak mentah di kilangnya.

"Kalaupun blending, apakah itu hasil pencampuran HOMC 92 dengan light Naptha dengan komposi HOMC 90 persen dengan light Naphta 10 persen, atau blending antara Premium 88 dan Pertamax dengan komposisi masing-masing sebesar 50 persen di kilang luar negeri dari importirnya? Karena yang saya tahu hanya kilang Balongan yang mampu memproduksi Pertalite RON seperti yang dipersyaratkan aman secara lingkungan dengan kandungan aromatic di bawah 40 persen dan Benzene di bawah 6 persen," jelasnya.

Ada Harga, Ada Kualitas

Selain transparansi pengadaan, menurut Yusri, jajaran Pertamina juga harus menyiapkan fasilitas penyimpanan dan penjualan memadai dalam rangka menjual produk Pertalite. Ini mengingat harga jual Pertalite dilego pada level Rp 8.400 per liter atau lebih mahal dari harga jual premium.

Ia pun juga mendesak lembaga konsumen Indonesia secara rutin melakukan pengecekan demi menjamin kualitas produ Pertalite seperti yang dijanjikan Pertamina.

"Apabila produk Pertalite dari sisi kualitas dan harga bisa diterima pasar serta menguntungkan Pertamina dalam bersaing dengan produk-produk kompetitornya seperti Shell dan Total, maka ke depannya Pertamina harus segera menyiapkan infrastruktur di depo untuk tangki penampung khusus Pertalite yang dedicated. Bukan kanibal tangki Premium Ron 88 atau premium," tuturnya.

Pada kesempatan berbeda, Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate Communication Pertamina memastikan bahwa peluncuran dan penjualan produk Pertalite ke masyarakat tak akan mendongkrak besaran minyak impor ke Indonesia.

Namun, mantan wartawati ini tetap berskikuh enggan membeberkan mekanisme pengadaan Pertalite lantaran BBM tersebut merupakan produk komersial Pertamina atau tak memperoleh subsidi.

"Dengan (menjual) Premium saja impornya kan sudah cukup tinggi (bahkan) per bulannya sekitar 9 juta barel. Dan penjualan Pertalite sifatnya masih uji pasar," kata Wianda. (ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER