Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menyoroti sejumlah tantangan ekonomi nasional, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Pertumbuhan ekonomi yang rendah serta volatilitas apsar keuangan yang tinggi menjadi konsekuensi yang timbul akibat tantangan-tantangan tersebut.
Gubernur BI, Agus D.W. Martowardojo menyebut ada tiga tantangan global yang berimbas negatif terhadap ekonomi nasional, yakni pertumbuhan ekonomi dunia yang rendah, harga komoditas yang anjlok, dan volatilitas pasar yang masih tinggi.
Sementara dari dalam negeri, Mantan Menteri Keuangan itu mengatakan, tantangan utama saat ini adalah penyerapan anggaran yang belum optimal, kendala struktural yang berlanjut, serta volatilitas nilai tukar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Risiko yang ditimbulkan adalah pertumbuhan ekonomi yang rendah dan volatilitas pasar keuangan," ujar Agus dalam paparan diskusi bertajuk “Memperkuat Modal Dasar Konektivitas”, seperti dikutip dari situs resmi BI, Kamis (30/7).
Terkait dengan penyerapan anggaran, Agus Martowardojo mengaitkannya dengan belanja infrastruktur yang dinilainya sangat krusial. Menurutnya, penguatan infrastruktur konektivitas perlu diupayakan guna membangun akses yang lebih merata di seluruh wilayah Indonesia.
Dia juga menyinggung soal realokasi penghematan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang diprioritaskan untuk mendanai sejumlah proyek infrastruktur, seperti jalan, rel kereta api, pelabuhan dan bandara.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), alokasi belanja infrastruktur mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Pada tahun ini, pagu anggaran belanja infrastruktur di APBNP 2015 mencapai Rp 290,3 triliun, meningkat 63,18 persen dibandingkan pagu tahun lalu yang sebesar Rp 177,9 triliun.
Sementara subsidi BBM, anggarannya menyusut drastis, dari Rp 350,3 triliun pada 2014 menjadi tinggal Rp 137,8 triliun atau susut 60,6 persen.
BI memperkirakan ekonomi nasional pada tahun ini hanya akan tumbuh di kisaran 5 persen hingga 5,4 persen. Indikator makro lain yang mempengaruhi pencapaiannya adalah inflasi, yang diprediksi sebesar 4 plus/minus 1 persen. Lalu defisit transaksi berjalan 2015 diramalkan bank sentral sekitar 2,5 persen hingga 3 persen.
Baru pada tahun depan, BI optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat ke kisaran 5,4 persen hingga 5,8 persen.
(ags/gen)