Jakarta, CNN Indonesia -- Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Jakarta menilai Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memiliki andil atas lamanya waktu bongkar muat barang (
dwelling time) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Pasalnya, importir justru dilindungi payung hukum yang menyatakan bahwa tenggat waktu penumpukan peti kemas impor di pelabuhan adalah tujuh hari. Apabila lewat tujuh hari maka peti kemas baru akan direlokasi ke tempat penimbunan sementara (TPS) peti kemas dikawasan lini dua yang menjadi
buffer ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok.
“Karena masih ada rentang tujuh hari, importir tidak mau berusaha untuk segera mengurus perizininan terkait sampai rentang tujuh hari habis. Tapi kalau dibuat aturannya empat hari atau lima hari, importir akan berpikir juga kalau peti kemasnya akan dipindahkan,” kata Adil Karim, Sekretaris Lembaga Kepabeanan dan Pengkajian Kadin Jakarta dalam sebuah diskusi di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (4/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adil menyebut kebijakan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP. 807 Tahun 2014 tentang Kegiatan Perpindahan Barang dan Peti Kemas yang Sudah Melewati Batas Waktu Penumpukan di Pelabuhan Tanjung Priok.
Selain itu, di dalam aturan itu juga disebutkan relokasi peti kemas akan dilakukan apabila penggunaan lapangan penumpukan atau (
yard occupancy ratio/YOR) sudah 65 persen di terminal peti kemas pelabuhan.
Kendati demikian meskipun tenggat waktu penumpukan peti kemas importir selama tujuh hari, pemerintah sebetulnya juga telah mengatur adanya tarif pinalti apabila peti kemas importir menumpuk terlalu lama di pelabuhan.
Disebutkan Adil, peti kemas importir dibebaskan dari penalti tarif inap di pelabuhan untuk tiga hari pertama. Namun, pada hari keempat dan seterusnya importir harus membayar tarif pinalti progresif mulai dari 500 hingga 750 persen dari tarif dasar penumpukanya. Untuk kontainer ukuran 20
feet (ft) tarif dasarnya Rp 27.200 per hari sedangkan untuk kontainer ukuran 40 ft tarif dasarnya Rp 58 ribu per hari.
“Kalau di hari keempat importir baru mengeluarkan peti kemas, dia (importir) langsung kena 500 persen. Kalau tarif dasarnya Rp 27.200, itu jadi dikalikan 500 persen, lalu hari kelima juga kena lagi progresif,” tutur Adil.
Sekretaris Umum Wilayah Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (Alfi) Jakarta itu menambahkan tarif pinalti tersebut tidak akan efektif membuat jera importir yang memang sengaja ingin menumpuk barangnya di pelabuhan.
Senada dengan Adil, Ketua Alfi Jakarta Widijanto juga menilai Kemenhub sebaiknya merevisi KM 807 tahun 2014. Dengan memotong tenggat waktu penumpukan di pelabuhan, Widijanto yakin target
dwelling time pemeritah selama 4,7 hari akan tercapai.
“Idealnya tenggat waktu penumpukan empat atau lima hari. Selesai itu masalah
dwelling time,” kata Widijanto.