Jakarta, CNN Indonesia -- Amblasnya laba PT Pertamina (Persero) hingga 49,55 persen dari angka US$ 1,13 miliar pada paruh pertama tahun lalu ke US$ 570 juta pertengahan tahun ini membuat perusahaan bersiap mengetatkan pengeluaran melalui efisiensi beban operasional.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan efisiensi beban ini diharapkan mampu mengimbangi kerugian akibat penetapan harga jual BBM jenis premium yang di bawah harga keekonomian.
"Perhatian pemerintah ingin memperkuat daya beli masyarakat, membuat harga penjualannya tidak bisa mengikuti formula. Kami konsentrasi melakukan efisiensi lewat
breakthrough project sebagai tumpuan memperoleh laba," ujar Dwi di kantornya, Jakarta, Rabu (5/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi, pendapatan Pertamina pada tahun ini mencapai angka US$ 21,79 miliar, atau menurun dari angka US$ 36,74 miliar pada semester I tahun lalu.
Dwi menjelaskan, Pertamina menargetkan efisiensi
breakthrough project sebesar US$ 500,42 juta hingga akhir tahun 2015. Sepanjang semester I 2015, efisiensi yang dilakukan oleh Pertamina telah mencapai US$ 249,16 juta atau 49,79 persen dari target efisiensi.
Hasilnya, beban operasional Pertamina pada semester I 2015 turun 41,08 persen dibanding periode yang sama dibanding sebelumnya, dimana perusahaan berhasil mengurangi beban sebesar US$ 14,1 miliar dari US$ 34,32 miliar ke angka US$ 20,22 miliar. Beban semester I sebesar seperlima triliun dolar tersebut, didominasi oleh beban usaha dengan besaran US$ 19,24 miliar.
"Bahkan pada kuartal II 2015, biaya pokok produksi kilang Pertamina menyentuh angka di bawah 100 persen terhadap harga impor," tegas Dwi tanpa memberi detil lebih lanjut.
Melengkapi ucapan Dwi, Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman mengatakan bahwa efisiensi yang dilakukan oleh Pertamina di semester I 2015 melebihi target yang ditetapkan perusahaan pada awal tahun. Sebelumnya, perusahaan menargetkan efisiensi sebesar US$ 241,30 juta hingga pertengahan tahun, namun realisasi yang terjadi, perusahaan ternyata mampu melakukan efisiensi lebih besar 3,26 persen dari target.
"Untuk efisiensi
breakthrough project untungnya kami masih
on track. Bahkan efisiensi yang kami lakukan melebihi target semula, sehingga kami optimistis bisa mencapai efisiensi sesuai target di akhir tahun nanti," terang Arief.
Arief merinci, efisiensi yang paling besar dilakukan perusahaan adalah pembenahan tata kelola arus minyak (PTKAM) dimana perusahaan berhasil menghemat US$ 107,94 juta, atau 43,32 persen dari total efisiensi. Namun, efisiensi pada manajemen arus kas merupakan efisiensi paling optimal dimana perusahaan berhasil melakukan efisiensi sebesar US$ 11,89 juta pada semester I tahun ini, atau di atas target awal US$ 7,34 juta.
"Selain itu, kami juga berhasil melakukan efisiensi pada pengadaan
crude sebesar US$ 37,7 juta, padahal target awal kami adalah bisa berhemat sebesar US$ 36,67 juta saja," tambahnya.
Sepanjang semester II ke depan, perusahaan berharap bisa menambah efisiensi dan bisa menggenjot pendapatan yang berasal dari
carry over pembayaran kontrak dan piutang baik dari mitra kerjanya maupun pemerintah. Mantan Presiden Direktur PT McKinsey Indonesia menyebut, dari
carry over piutang pemerintah saja Pertamina masih memiliki potensi menambah pendapatan Rp 45 triliun sampai akhir tahun ini.
(gir/gen)