Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai terlalu optimistis dengan memasang target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5 persen dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016. Meskipun lebih rendah dibandingkan target pertumbuhan ekonomi 2015, namun pengamat menilai target tersebut masih terlalu tinggi.
Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani menilai, terlalu percaya dirinya pemerintah bisa dilihat dari target penerimaan pajak yang dinaikkan demi membiayai sebagian kebutuhan pembangunan infrastruktur yang akan menggerakkan pertumbuhan.
“Seperti kebijakan pajak, itu terlalu optimistis. Kebijakan yang diambil dalam hal pajak harusnya lebih relaistis. Kan lucu, di tengah kondisi seperti ini target pajak dinaikkan jadi 38 persen,” kata Aviliani ketika dihubungi, Jumat (14/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun tak hanya mengkritik, Aviliani juga menyebutkan sejumlah langkah yang dapat diambil pemerintah demi mencapai target di tengah ketidakpastian ekonomi saat ini.
“Devisa mungkin bukan dikontrol ya, tapi setidaknya pemerintah mengetahui keluar-masuknya uang. Kemudian pemerintah juga harus mewaspadai besarnya angka PHK dengan adanya impor barang (akibat kesepakatan masyarakat ekonomi Asean),” kata Aviliani.
Tingginya angka impor menurutnya mengancam penurunan angka produksi dalam negeri. Dengan kondisi seperti itu, pemerintah sebaiknya memberikan insentif fiskal maupun non fiskal kepada pelaku industri.
“Bukan malah menaikkan pajak. Selain itu ke depan pemerintah juga harus bisa menjaga stabilitas harga pangan, namun caranya bukan hanya dengan melakukan operasi pasar,” tegasnya.
(gen)