Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah berencana mencari pinjaman lebih lunak dan tidak mengikat untuk tahun depan. Pinjaman tersebut dikhususkan untuk membiayai anggaran yang tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 sebesar Rp 2.121,28 triliun.
"Kami pastikan tidak ada pinjaman yang mendikte atau yang sifatnya mengikat yang tidak perlu tapi tingkat bunganya lebih rendah dari Surat Berharga Negara (SBN)," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan, Pembiayaan dan Risiko Robert Pakpahan saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (17/8).
Porsi penarikan pinjaman luar negeri untuk pinjaman program pun ditingkatkan lima kali lipat dari yang semula Rp 7,5 triliun di APBNP 2015 menjadi Rp 34,6 triliun di RAPBN 2016.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Robert, pemerintah akan lebih banyak mencari pembiayaan melalui lembaga keuangan multilateral ketimbang menerbitkan obligasi atau surat utang negara (SUN). Pasalnya SUN berdenominasi valuta asing sangat rentan terhadap situasi pelemahan nilai tukar rupiah, yang diperkirakan masih berlanjut tahun depan.”
Sekarang kami beralih ambil utang lebih banyak karena tahu multilateral lebih murah, kalau dulu kami mau tunjukkan kemampuan kita untuk berutang sendiri tanpa mengandalkan negara lain atau multilateral," ujar Robert.
Sebelumnya dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RABPN) 2016 Pemerintah mematok defisit anggaran sebesar 2,1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahun depan, atau meningkat dibandingkan tahun ini yang sebesar 1,9 persen PDB.
Pembengkakan tersebut adalah akibat belanja yang lebih besar dibandingkan dengan target penerimaan yang sebesar Rp 1.848,1 triliun. Maka akan terjadi selisih kurang atau defisit sebesar Rp 273,17 triliun.
Pemerintah berharap defisit tersebut bisa ditutupi dari penarikan pembiayaan sebesar Rp 273,17 triliun, yang terdiri dari pembiayaan dalam negeri sebesar Rp 271,98 triliun dan pembiayaan luar negeri Rp 1,19 triliun.
(ded/ded)