Jakarta, CNN Indonesia -- Akhir tahun ini merupakan kali pertama Indonesia menggelar pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara serentak. Berbagai reaksi diberikan oleh pedagang di Pasar Senen, Jakarta yang selama ini dikenal sebagai sentra penjualan atribut kampanye terbesar di Indonesia.
Andri Chaniago (43), pemilik toko Jaya Mandiri di pasar tersebut menilai Pilkada serentak memperbesar peluang tokonya mendapatkan pesanan dari banyak calon pasangan kepala daerah. Namun di lain sisi, Andri juga memiliki kekhawatiran akan kewalahan menangani pesanan yang akan datang tersebut.
“Kita kan baru sekali ini juga menghadapi Pilkada yang serentak, belum tahu nih sanggup atau tidak menyediakan barangnya,” kata Andri kepada CNN Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun demikian, Andri mengaku belum mempersiapkan strategi khusus guna mengantisipasi lonjakan permintaan atribut kampanye pasca keluarnya nomor pasangan calon kepala daerah.
“Tidak ada (rencana) soalnya belum tahu juga (berapa pesanannya). Kalau masih sanggup produksi ya kita produksi, kalau nggak (sanggup) ya nggak produksi,” tutur Andri.
Kekhawatiran Andri juga dirasakan oleh Mawardi (50) pemilik toko Mitra Harapan yang mendulang rezeki di pasar yang sama. Menurut pria yang sudah puluhan tahun berkecimpung di bisnis atribut kampanye ini, banyaknya pesanan tidak akan optimal dinikmati olehnya.
“Saya lebih mending (Pilkada) tidak serentak. Kalau serentak, pesanan banyak tapi untuk membuatnya tidak akan cukup waktu,” kata Mawardi.
Ia mengungkapkan sebagian besar toko di Pasar Senen memiliki rekanan yang sama untuk pengerjaan atribut pesanan. Akibatnya, dia juga harus memperhatikan kapasitas produksi rekanannya.
“Contoh toko ini dapat order atribut Pilkada Bupati untuk pemesanan kaus 10 ribu-20 ribu. Di toko depan, misalnya, dapat pesanan untuk Pilkada Walikota berupa kaus 30 ribu–50 ribu. Itu, tukangnya tetap itu-itu saja pekerjanya. Di Jakarta paling berapa sih perusahaan besarnya. Jadi walaupun dapat pesanan banyak, pemilik toko tidak mungkin bisa ambil semua. Masalahnya, tukang yang mau mengerjakan ada atau tidak,” jelas Mawardi.
Keterbatasan kapasitas produksi sebagai potensi kendala dalam melayani pesanan juga dirasakan oleh M. Bahrudin (41) pemilik toko Ganda Prima. “Kemampuan saya dalam sebulan memproduksi 50 ribu kaos. Kalau harus menangani pesanan 200 ribu kaos, ya saya tolak daripada berisiko,” kata Bahrudin.
Sementara itu Paijo (41) pemilik CV Karya Nyata memiliki pandangan yang berbeda dengan para kompetitornya. Ia masih optimistis rekanannya dapat menangani lonjakan pesanan atribut kampanye Pilkada.
“Jelas lebih enak Pilkada serentak. Kalau serentak kan bareng, jadi ramai. Buat antisipasi lonjakan permintaan kami sampai lembur,” kata Paijo. Menurutnya, lonjakan pesanan atribut kampanye calon pasangan kepala daerah baru akan terasa akhir Agustus.
(gen)