Pemerintah Kaji Penurunan Bea Masuk Produk Ikan ke Jepang

CNN Indonesia
Selasa, 18 Agu 2015 16:08 WIB
Hal ini dilakukan menyusul turunnya angka ekspor sejumlah komoditas unggulan Indonesia seperti ikan laut.
Sejumlah nelayan mengumpulkan rajungan hasil tangkapan untuk di jual di Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (19/5). (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara).
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mewacanakan bakal menurunkan tarif bea masuk (TBM) ke Jepang menyusul turunnya angka ekspor sejumlah komoditas unggulan Indonesia seperti ikan laut dalam beberapa tahun terakhir.

"Sejak beberapa bulan yang lalu Kemendag (Kementerian Perdagangan) telah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga (K/L) untuk melakukan general review dan persiapan renegosiasi untuk penurunan tarif bea masuk (TBM) ke Jepang. Dengan hasil negosiasi IJEPA (Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement) yang berlaku efektif sejak 2008, khusus perikanan ada 2 kategori produk yang perlu diperjuangkan," ujar Saut Hutagalung, Dirjen pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Selasa (18/8).

Saut mengungkapkan, dua kategori produk perikanan yang tengah diperjuangakan jajarannya ialah Kategori R meliputi 57 pos tarif yang diantaranya adalah tuna segar, beku atau berbentuk loin, hingga ikan anchovie dan sarden.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di mana penuranan bea tarif masuk untuk kategori R diperjuangkan lantaran total ekspor produk tersebut mencapai angka 30,2 persen dari total ekspor ikan Indonesia ke jepang yang mencapai US$ 732 juta dengan kisaran tarif saat ini di level 3,5 persen sampai 10 persen.

Sementara untuk kategori kedua atau kategori X, pemerintah tengah mengupayakan adanya penurunan bea tarif masuk sekitar 58 pos tarif yang umumnya merupakan produk ikan olahan seperti tuna kaleng hingga rumput laut olahan.

Dengan tarif kategori X saat ini berkisar antara 3,5 persen sampai 15 persen, pemerintah menargetkan tarif bea masuk ikan tuna segar atau beku berada di level 3,5 persen, tuna kaleng 9,6 persen, dan rumput laut untuk konsumsi di level 15 persen.

"Sesuai hasil negosiasi IJEPA yg berakhir th 2006, kategori R sudah masuk TOR renegosiasi eliminasi tarif yang dimaksud, namun kategori X belum. Sesuai hasil negosiasi IJEPA yg berakhir tahun 2006, kategori R sudah masuk TOR renegosiasi eliminasi tarif namun kategori X belum," katanya Saut.

Jepang Mitra Utama

Berangkat dari hal tersebut, ia menargetkan angka penurunan tarif untuk produk kategori R bisa mencapai nol (0) persen dan produk kategori X akan dinegosiasikan lebih dulu melalui perundingan seiring dengan hasil tarif beberapa produk yang akan mulai turun.

Selain penurunan TBM, Saut bilang, pihaknya juga akan memperjuangkan bantuan teknis berupa 'capacity building' yang dinilai bisa meningkatkan daya saing usaha dan produk perikanan. KKP sendiri diketahui telah menyampaikan usulan capacity building ke Kemendag tentang peningkatan nilai tambah produk perikanan seperti octopus.

"Selain intens mengikuti koordinasi persiapan K/L dan KKP, Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan juga menjalin komunikasi dengan asosiasi usaha perikanan dan perusahaan perikanan khususnya terkait produk tuna agar dapat bekerjasama dengan mitra masing-masing di Jepang. Penurunan TBM ini penting untuk mengantisipasi dampak positif dari upaya pemberantasan illegal fishing yg sedang berjalan," tandas Saut.

Sebagaimana diketahui, Jepang merupakan mitra dagang utama Indonesia di sektor perikanan lantaran angka ekspor nasional ke negara tersebut mencakup sekitar 16 persen dari total nilai ekspor produk perikanan Indonesia ke Dunia yang mencapai US$ 4,6 miliar. Adapun komoditas unggulan ekspor ke Jepang meliputi udang sekitar US$ 429,1 juta atau berkisar 58,6 persen, tongkol-tuna-cakalang yang mencapai 19,4 persen atau US$ 141,9 juta, kepiting sekitar 3,9 persen atau US$ 28,8 juta dan rumput laut 1,2 persen atau US$ 8,4 juta.

Namun demikian, dalam kurun waktu 3 tahun terakhir sejak 2012 hingga 2014, total nilai ekspor produk perikanan Indonesia ke Jepang terus mengalami penurunan sebesar 6 persen per tahun. Di mana total nilai ekspor ke Jepang pada 2012 sebesar US$ 843,2 juta, 2013 di angka US$ 791,0 juta dan pada 2014 kembali turun ke angka US$ 731,9 juta. Disamping penurunan daya beli masyarakat Jepang, faktor yang juga menjadi katalis penurunan angka eskpor disebabkan oleh perlambatan perekonomian, penurunan nilai tukar yen terhadap dolar, hingga besaran tarif bea masuk (TBM) dan tantangan baru berupa kebijakan pemerintah Jepang untuk menyerap tuna hasil produksi investasi Jepang di Spanyol.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER