Jakarta, CNN Indonesia -- Kebijakan Bank Sentral China (The People's Bank of China/ PBOC) yang sengaja melemahkan nilai tukarnya (devaluasi) terhadap mata uang negara-negara lain di dunia beberapa waktu lalu menimbulkan kekhawatiran akan ada serbuan barang impor dari Negeri Tirai Bambu itu. Pasalnya dengan nilai tukar yang murah harga barang impor dari China akan menjadi murah.
“Tindakan China dengan melakukan devaluasi mata uang yuan hampir dua persen ini salah satu dampaknya akan meningkatkan ekspor atau meningkatkan daya saing barang-barang ekspornya ke beberapa negara termasuk salah satunya Indonesia,” kata Deputi Bidang Statistik Produksi Badan Pusat Statistik (BPS) Adi Lumaksono saat ditemui di kantornya, Selasa (18/8).
Adi mengungkapkan, porsi impor nonmigas dari China mencapai 24,04 persen sepanjang Januari-Juli 2015 di mana nilainya mencapai US$ 16,50 miliar. Angka ini turun dari capaian periode yang sama pada tahun sebelumnya, US$ 17,30 miliar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kalau melihat angka itu kemudian dampak dari depresiasi juga belum terjadi bukan tidak mungkin porsinya ke depan akan lebih besar,” kata Adi.
Dikhawatirkan Adi, barang yang nanti akan banyak masuk dari China adalah barang dengan kualitas tidak bagus atau Adi menggunakan istilah KW untuk menggambarkan kualitas barang China yang banyak merupakan barang imitasi.
“Tetapi kita sebagai pihak yang juga bisa membuat itu, tentu bisa tidak melakukan impor untuk barang-barang dengan kualitas (rendah) seperti itu,” kata Adi.
Kendati demikian, ia menuturkan sebagian besar barang yang diimpor dari China selama periode Januari-Juli 2015 merupakan barang modal seperti mesin-mesin atau pesawat mekanik yang impornya mencapai US$ 3,94 miliar, mesin atau peralatan listrik dengan nilai impor US$ 3,54 miliar, serta besi dan baja dengan impor sebesar US$ 1,08 miliar. Akibatnya, selama di dalam negeri belum bisa memproduksi sendiri peningkatan permintaan impor produk barang-barang modal sebagai dampak dari devaluasi yuan tidak dapat dihindari.
“Untuk mesin impor dari China yang sifatnya barang modal kita agak susah untuk menurunkan impornya kecuali kita mempunyai atau buat sendiri,” kata Adi.
(gen)