Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menilai kondisi rupiah yang melemah terhadap dolar AS hingga menembus level Rp 13.900 pada Jumat lalu tidak mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia saat ini. Pelemahan mata uang dinilai akibat dari kekhawatiran berlebihan para pelaku pasar yang membuat kondisi menjadi tidak rasional.
Menteri Keuangan Bambang P.S Brodjonegoro menilai para pelaku pasar saat ini dirundung kekhawatiran yang berlebihan sehingga menimbulkan aksi irasional yang mampu membuat kondisi pasar keuangan berfluktuasi.
"Ya itu mungkin karena khawatir perang kurs (
currency war), perang harga di minyak dan spekulasi The Fed akan menaikkan suku bunga, ini berimbas ke semua," ujar Bambang di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (22/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harga saham di AS saja jatuh, semua bursa kena, karena tidak rasional. Dunia ini sedang tidak ada jalan keluar untuk bisa segera memulihkan kondisi perekonomian," lanjutnya.
Bambang mengatakan, pemerintah juga tengah mencari cara untuk meningkatkan dan menjaga aliran modal yang masuk ke tanah air (
capital inflow). Ia menilai arus modal keluar (
capital outflow) lebih banyak terjadi di pasar modal dibandingkan dari sisi obligasi pemerintah dalam hal ini Surat Utang Negara (SUN).
Pasalnya di masa-masa seperti ini, para pelaku pasar cenderung lebih memilih ke negara-negara yang aman untuk investasi, contohnya Amerika Serikat.
"Ya kita jaga, terutama SUN supaya setiap lelang tetap mendatangkan inflow. Kita dorong supaya secondary marketnya lebih aktif, sehingga paling tidak cegah
outflow di SUN. Kalau saham sama rupiah, itu irrational tadi. Jadi outflow sama inflownya orang cuma cari safe haven sementara. Semua lari ke yang paling aman, ya ke dollar AS atau t-bill," katanya.
Tekanan yang dialami rupiah juga turut menekan nilai imbal (
yield) obligasi bertenor 10 tahun menjadi menjadi 9 persen. Kendati demikian, menurut Bambang pemerintah tidak akan gegabah melakukan pembelian kembali (
buyback) SUN dari pasar.
"Ya kita punya strategi lah.
Buyback juga enggak usah, karena menunjukkan panik. Semua dibeli, seolah-olah akan menyelamatkan. Kalau kita berhadapan dengan kondisi pasar irasional dan kita pakai langkah biasa, ya kita tenggelam sendiri. Kita harus melakukannya secara hati-hati," katanya.
(gir/gir)