Jakarta, CNN Indonesia -- Lantaran mampu menghasilkan minyak mentah sebanyak 205 ribu barel per hari (bph), Banyu Urip menjadi salah satu lapangan minyak andalan Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dalam mengejar target lifting sebesar 825 ribu bph dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015.
Sayangnya di tengah upaya pemerintah menggeber angka produksi dan penerimaan negara di sektor migas, muncul fakta tak sedap ihwal mekanisme dan penetapan harga jual minyak yang lokasi wilayah kerjanya masih berada di area komplek Blok Cepu, Jawa Timur.
Pengamat Kebijakan Energi Yusri Usman mengatakan ada yang salah dengan perjanjian jual beli minyak Banyu Urip kepada PT Tri Wahana Universal (TWU) selaku pihak pembeli. Janggalnya transaksi perjanjian jual beli minyak (PJBM) juga melibatkan PT ExxonMobil Cepu Ltd (EMCL) selaku operator Banyu Urip dan pemegang hak kuasa jual minyak bagian negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yusri mengungkapkan perusahaan minyak asal Amerika Serikat (AS) itu masih menggunakan landasan hukum yang lama yakni Surat Kepala BP Migas Nomor 0744/BPB0000/2011/S2 tanggal 18 Juli 2011. Ketika itu Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) masih berbentuk Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) sebelum dibubarkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Tidak berhenti sampai disitu, Yusri menyebut dalam menetapkan formula pembentukan harga jual minyak Banyu Urip bagian negara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Minerali (ESDM) tidak melibatkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 23 Tahun 2013.
Atas fakta tersebut, Yusri berani mempertanyakan kejanggalan transaksi jual-beli minyak antara EMCL dan TWU.
"Kalau Pak Wirat (Direktur Jenderal Migas) lebih karena pada saat penetapan formula harga, posisinya hanya sebagai Pelaksana Tugas (Plt). Sementara kalau mengacu pada aturannya, Plt tidak boleh mengambil kebijakan strategis. Tapi kenapa di Keputusan Menteri soal formula harga Banyu Urip ada tanda tangan dia," ujar Yusri ketika berbincang dengan CNN Indonesia, beberapa waktu lalu.
Namun, saat dimintai tanggapan mengenai tudingan janggalnya mekanisme pembentukan formula harga dan status dirinya yang kala itu masih sebagai pejabat sementara, Direktur Jenderal Migas I Gusti Nyoman Wiratmaja hanya menjanjikan bakal mengupayakan waktu untuk memberi penjelasan meski sudah hampir tiga pekan ditanyakan.
"Ini sistemnya perlu dijelaskan langsung. Hari Jumat rencananya saya jelaskan formulanya supaya
clear pengertiannya," ujar Wiratmaja.
(gen)