Bos TWU: Tak Ada Diskon dalam Pembelian Minyak Banyu Urip

Diemas Kresna Duta | CNN Indonesia
Jumat, 28 Agu 2015 17:07 WIB
"Sekali lagi, TWU itu tidak mendapatkan diskon karena formula harganya sesuai putusan harga pemerintah," ujar Rudy Tavinos, Presdir Tri Wahana Universal.
Sejumlah proyek pembangunan infrastruktur Lapangan Banyu Urip milik Exxon Mobil Cepu Limited yang dikerjakan PT Sepuluh Sumber Anugerah pada periode 2012-2014 lalu di Bojonegoro, Jawa Timur. (Dok. PT Sepuluh Sumber Anugerah).
Jakarta, CNN Indonesia -- Langkah Rudy Tavinos berderap cepat usai dirinya menghadiri diskusi panel tentang manfaat kilang pengolahan mini di kantor Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Kamis (27/8). Presiden Direktur PT Tri Wahana Universal (TWU) tersebut mengaku harus bergegas menghadiri rapat di tempat lain ketika ditemui CNN Indonesia.

Dalam percakapan singkatnya, Rudy memberi pernyataan ihwal tudingan adanya kongkalikong dalam pembelian minyak mentah dari Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.

Ini menyusul dari beredarnya rumor yang mengatakan bahwa TWU memperoleh diskon besar atas pembelian minyak dari lapangan yang dikelola oleh ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sekali lagi, TWU itu tidak mendapat diskon. Kalaupun formulanya seperti sekarang karena TWU membelinya (minyak) dari kepala sumur dan itu sesuai putusan harga pemerintah," kata Rudy.

Sebelumnya, Pengamat Kebijakan Energi Yusri Usman menuding TWU memperoleh diskon besar dalam penjualan minyak (PJBM) Banyu Urip. Hal itu diketahui dari ditekennya perjanjian jual beli minyak antara TWU dengan EMCL selaku pemegang hak kuasa penjualan minyak bagian negara dari Blok Cepu.

Menurut Yusri, transaksi jual-beli itu sendiri sudah berjalan sejak Mei 2015 kemarin. Dengan adanya pemberian diskon pembelian, Yusri bilang negara berpotensi mengalami kerugian akibat berkurangnya penerimaan dari penjualan minyak Banyu Urip.

"Padahal dalam beberapa kali rapat ExxonMobil sempat bersikeras dan mengajukan harga minyak Banyu Urip dengan formula ICP Arjuna plus US$ 2 per barel dengan titik serah di FSO Gagak Rimang. Tapi kenapa ujug-ujug Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian ESDM memberikan harga dengan formula ICP Arjuna minus US$ 0,5 per barel di FSO dan minus US$ 3,5 per barel dengan titik serah di EPF," kata pengamat kebijakan energi ini.

Tiga Kali Rapat

Dari data yang diperoleh CNN Indonesia, untuk menetapkan volume berikut harga jual minyak Banyu Urip ke TWU jajaran Ditjen Migas sempat menggelar sedikitnya tiga kali rapat bersama SKK Migas, manajemen ExxonMobil hingga beberapa pemegang hak partisipasi (participating interest/PI) Blok Cepu lain serta divisi pengadaaan minyak PT Pertamina (Persero), Integrated Supply Chain (ISC).

Dalam risalah rapat pertama yang digelar di Kantor Kementerian ESDM pada 12 Desember 2014 silam, TWU mengajukan permohonan ke Pemerintah untuk bisa memperpanjang PJBM Banyu Urip dengan volume 14 ribu barel per hari (bph) yang habis pada awal 2015.

Namun dari hasil rapat kala itu, pihak TWU belum memperoleh kepastian mengenai permohonan mereka. Di mana rapat lanjutan akan kembali diadakan pada 17 Desember 2014.

"Tapi setahu saya mereka baru menggelar rapat lanjutan yang resmi pada 29 Desember 2014. Dari sana mulai terlihat TWU mulai melakukan lobi sana-sini," kata Yusri.

Berangkat dari hal tersebut, mantan agen perusahaan perdagangan minyak Trafigura ini pun menduga adanya intervensi dari Ditjen dan SKK Migas, agar manajemen EMCL menyepakati permintaan manajemen TWU yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pengusaha muda, Sandiaga Uno.

"Tidak ada itu. Semuanya sudah sesuai aturan dan saya mengapresiasi tudingan Yusri dan beberapa pihak yang iri dengan TWU," tegas Rudy.

Dalam notulensi rapat kedua yang digelar pada 29 Desember 2014 diketahui, EMCL bersedia memasok minyak mentah sebanyak 14 ribu bph dengan syarat minyak mentah yang diperoleh oleh TWU haru diambil dari fasilitas penyimpanan terapung (floating storage and offloading/FSO) Gagak Rimang.

Namun saat itu, antara EMCL dan TWU belum menemui kesepakatan soal harga jual-beli. Sebab selain meminta harga beli minyak dibentuk dengan formula harga minyak mentah (ICP) Arjuna minus US$ 4,67 per barel, manajemen TWU juga meminta tambahan volume minyak sebanyak 2 ribu bph.

Selanjutnya jajaran Ditjen Migas dan SKK Migas kembali mengajukan dua opsi perihal tambahan volume minyak yang diminta. Pertama, tambahan volume minyak sebanyak 2 ribu bph akan diambil dari minyak bagian negara (goverment take) dengan formula ICP Arjuna minus US$ 4,67 per barel.

Kedua, tambahan 2 ribu bph akan diperoleh dari minyak bagian yang saat ini dijual kepada Pertamina dengan formula ICP Arjuna minus US$ 4,67 per barel yang berlaku sampai dengan tanggal selesainya penjualan kargo pertama dari FSO Gagak Rimang.

"Yang saya tahu, total volumenya menjadi 16 ribu bph. Sementara tambahan 2 ribu bph diambil dari jatah Pertamina," tambah Yusri.

Beli dari Kepala Sumur

Menyusul deadlock-nya pembahasan soal volume tambahan dan formula harga, beberapa pihak meliputi Ditjen Migas, SKK Migas, EMCL dan TWU diketahui kembali menggelar rapat yang diadakan di Bandung pada medio Maret 2015.

Sebagai kompensasi terhadap tambahan volume dan penggunaan formula ICP Arjuna minus US$ 4 per barel yang diajukan TWU, kali ini manajemen EMCL mengajukan usulan agar pengiriman minyak ke FSO Gagak Rimang dilakukan menggunakan pipa TWU yang ketika itu sudah terpasang dari fasilitas produksi awal atau Early Processing Facility (EPF) ke fasilitas ekspansi awal atau Early Oil Expansion (EOE).

Usulan tersebut juga digulirkan seiring dengan belum rampungnya proyek perpanjangan pipa jumper oleh PT Geolink yang merupakan rekanan Pertamina dalam hal pengiriman minyak yang menjadi bagiannya.

Akan tetapi, melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 209/12/DJM.B/2015 tentang Penetapan Formula Harga Minyak Mentah Indonesia Sementara untuk Jenis Minyak Mentah Banyu Urip, Direktur Jenderal Migas I Gusti Nyoman Wiratwaja kemudian menetapkan bahwa harga minyak mentah Banyu Urip pada titik serah FSO Gagak Rimang akan menggunakan formula ICP Arjuna minus US$ 0,5 per barel.

Sementara itu, untuk penjualan dari EPF akan memakai formula ICP Arjuna minus US$ 3,5 per barel.

"Itu harga di plant gate (minus US$ 3,5 per barel), jadi penerimaan negara sama saja. Kalau ICP di Gagak Rimang kan harga di FSO," kata Wiratmaja. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER