Ragam Suara Rakyat Sikapi Bising Kereta Cepat

CNN Indonesia
Senin, 31 Agu 2015 20:37 WIB
Nafsu Jepang dan China memperebutkan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung menuai respons beragam di masyarakat. Ada yang mendukung, ada pula yang tak peduli.
Deden (33), Seniman, ketika Ditemui di Jakarta, Senin (31/8). (CNN Indonesia/Galih Gumelar)
Jakarta, CNN Indonesia -- Hubungan China dan Jepang tak hanya memanas di Laut China Selatan, tetapi menguatnya persaingan kedua negara tersebut juga dirasakan publik Indonesia dalam memperebutkan proyek kereta super cepat Jakarta-Bandung.

Hal ini tak hanya memusingkan pemerintah untuk memilih salah satu di antaranya, tetapi juga menuai respons beragam di masyarakat.

Bagi yang punya kedekatan aktivitas dengan Jakarta dan Bandung tentu berharap banyak dari proyek kereta cepat untuk memangkas waktu tempuh dari dan menuju ke kedua kota itu. Namun bagi yang tidak punya kepentingan untuk bolak-balik Jakarta-Bandung, ternyata tidak terlalu ambil pusing dengan mega proyek ambisius tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Deden (33), menjadi wakil dari kelompok masyarakat yang pro terhadap proyek rebutan China-Jepang itu. Pria yang berprofesi sebagai seniman ini mengaku bisa mendapatkan manfaat dengan adanya pembangunan kereta cepat mengingat frekuensinya untuk bepergian Jakarta - Bandung tergolong sering.

"Saya sering sekali mengunjungi Bandung, terlebih saya kuliah di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung dan pastinya akan terbantu sekali akan adanya kereta cepat ini," ujarnya ketika ditemui di pusat perbelanjaan ternama di Jakarta, Senin (31/8).

Bahkan menurutnya, pengenaan tarif yang rencananya sebesar Rp 200 ribu sekali jalan itu sangat pantas jika disertai kenyamanan dan kecepatan yang diharapkan. Deden mengaku tak masalah jika harus merogoh kocek Rp 200 ribu untuk 36 menit perjalanan ke Bandung karena jauh lebih murah dibandingkan dengan menggunakan kereta cepat  di Jepang yang dikenakan tarif Rp 1,5 juta untuk sekali jalan. Jika proyek ini selesai, ia pun berencana untuk menambah frekuensi perjalanannya ke Bandung dari Jakarta.

"Karena saya juga jarang pulang ke Bandung, jadi apabila tarifnya Rp 200 ribu sekali jalan akan tetap saya gunakan selama itu sesuai dengan fasilitas yang diberikan," ujarnya.

Namun, dia menilai jarak Jakarta-Bandung terlalu pendek untuk ditempuh menggunakan kereta cepat. Ada baiknya, kata Deden, rutenya diperpanjang hingga ke Surabaya mengingat jaraknya yang panjang dan waktu tempuhnya yang relatif lama.

Kendati menyambut baik rencana ini, Deden menilai sebaiknya pemerintah menuntaskan lebih dulu proyek-proyek transportasi yang tengah berjalan sebelum beralih fokus mengerjakan proyek baru. Ia memberi contoh proyek Mass Rapid Transportation (MRT) Jakarta yang mangkrak selama bertahun-tahun.

"Lebih baik selesaikan dulu proyek monorel atau MRT di Jakarta, karena Jakarta lebih butuh solusi transportasi yang efektif dibanding kereta cepat Jakarta - Bandung," katanya.

Beda orang berbeda pula pandangannya soal kereta cepat. Sutradara muda, Dika (22), mengaku tak tertarik dengan proyek kereta cepat karena dianggap mahal dan belum membutuhkan moda transportasi ini.
Dika (22), Sutradara, Ketika Ditemui di Jakarta, Senin (31/8). (CNN Indonesia/Galih Gumelar)

Sekalipun sering transit di Bandung ketika harus pulang kampung ke Ciamis, Jawa Barat, Dika lebih memilih perjalanan yang memiliki waktu tempuh lebih lama agar bisa menikmati pemandangan sepanjang jalan.

"Harga kereta cepat senilai Rp 200 ribu ini cukup berbeda jauh dengan harga travel. Jarak Bandung kan relatif dekat, saya lebih memilih jalur darat biasa yang memiliki waktu tempuh tiga jam namun saya bisa melihat pemandangan sepanjang jalan," tuturnya.

Kendati demikian, ia meyakini animo masyarakat untuk menumpang kereta cepat Jakarta - Bandung akan tinggi karena bisa menjadi salah satu daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Bandung. Terlebih, menurutnya, kini Bandung sudah menjadi kota yang relatif modern dan memiliki objek pariwisata yang banyak.

"Saya yakin kereta cepat ke Bandung akan banyak peminatnya, karena Bandung adalah tempat menghabiskan akhir pekan yang enak dan juga dekat," jelasnya.

Dengan alasan yang sama, ia berargumen bahwa pembangunan kereta cepat Jakarta - Yogyakarta akan lebih berguna mengingat kawasan kota tersebut juga merupakan destinasi wisata yang menarik namun dengan jarak tempuh yang lebih jauh dibandingkan Bandung.

"Perjalanan ke Bandung bisa dengan berkendara saja, tapi kalau ke Yogyakarta bisa makan waktu lama. Bisa sampai 6 hingga 7 jam perjalanan. Kalau waktunya bisa dipersingkat dengan kereta cepat maka akan sangat membantu," ujarnya.

Cinta Saudara Tua

Soal debat kusir siapa yang lebih baik mengembangkan kereta cepat, Jepang atau China, kedua nara sumber CNN Indonesia kompak memilih Negeri Sakura sebagai juaranya.

Menurutnya, pengalaman panjang negeri matahari Terbit mengembangkan Shinkansen hampir tanpa cela menjadi modal kuat bagi "Saudara Tua" Indonesia.

"Saya pernah merasakan langsung Shinkansen di Jepang dan memang keadaannya cukup nyaman. Jadi mungkin saya lebih prefer jika Jepang membangun proyek itu, karena saya juga belum merasakan kereta cepat China seperti apa," ujar Deden.

Alasan yang hampir sama dikemukakan Dika. Menurutnya, Jepang lebih mumpuni untuk mengembangkan kereta cepat di Indonesia karena perkembangan teknologi ini awalnya di sana. Secara kualitas, Dika juga percaya tekonologi yang ditawarkan Jepang akan lebih baik dari China, yang dinilainya setengah hati dalam memproduksi barang canggih.

"Kalau menurut pandangan saya pribadi, barang-barang produksi China itu yang penting bisa dipakai dulu baru nanti diperbarui lagi dan lagi. Beda dengan jepang yang kelihatannya memperhatikan segala aspeknya dengan sempurna. Jadi buat saya sih, lebih baik Jepang," pungkas Dika.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER