Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyatakan paket kebijakan ekonomi yang bakal diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjukkan kehadiran pemerintah ditengah kekhawatiran pelaku pasar.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan menilai saat ini memang diperlukan deregulasi peraturan untuk lebih mendukung pelaku pasar dan mendorong aktivitas ekonomi.
“Paket kebijakan perlu, agar tidak ada kevakuman. Di saat seperti ini pemerintah perlu meyakinkan investor dengan cara hadir di pasar melalui paket kebijakan,” ujar Fauzi di Jakarta, Rabu (9/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menilai, pada saat ini diperlukan paket kebijakan yang bisa memberikan stabilisasi dalam situasi yang tidak menentu. Pasalnya, stabilisasi bisa menghindarkan pelaku pasar dari kepanikan.
“Kalau saya yang penting stabil dulu fokusnya. Karena ada kekhawatiran kepanikan di pasar uang dan pasar modal, juga obligasi,” jelasnya.
Untuk itu, lanjutnya, pemerintah harus proaktif dan banyak melibatkan investor. Hal itu bisa menjadi salah satu cara memperoleh masukan terkait kebijakan yang perlu diregulasi atau tidak.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menegaskan paket kebijakan ekonomi pemerintah tidak akan menyentuh sektor keuangan. Ia mengaku, paket kebijakan yang ditawarkan pemerintah lebih difokuskan untuk efisiensi biaya produksi serta memudahkan investasi, dan bukan untuk mengendalikan arus modal dan nilai tukar.
"Memang harus diakui bahwa yang paling penting untuk kita bicarakan sekarang adalah
capital flow dan kurs. Masalahnya ini area yang kalau mau masuk di situ harus sama-sama dengan BI. Kami tidak masukan itu dalam
policy kami," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Fauzi menilai kebijakan Menteri Darmin sudah tepat. Pasalnya, setiap lembaga mempunyai ranah kebijakan masing-masing. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah memberikan kebijakan yang lebih luas dan pada akhirnya bisa positif ke segala sektor.
“Saya kira paket kebijakan tersebut sudah sesuai ekspektasi ya. Karena tiap lembaga seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan punya ranah kerja masing-masing. Pemerintah sudah tepat jika memberikan kebijakan yang lebih luas, meski memang ada masalah khusus terkait arus dana dan kurs,” jelas Fauzi.
Ekonom LPS Dody Arifianto mengatakan risiko kunci pada semester II 2015 dari pasar global antara lain adalah repricing risiko perekonomian China, normalisasi suku bunga The Fed dan harga komoditas yang terus tertekan.
“Sementara untuk domestik antara lain sentimen bisnis, kualitas kredit, kinerja APBN yang kurang optimal dan defisit transaksi berjalan yang persisten,” jelasnya.
(gen)