Jakarta, CNN Indonesia -- Mandiri Institute menilai sudah waktunya otoritas fiskal dan moneter bersinergi di tengah ketidakstabilan ekonomi nasional dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendukung iklim investasi dan menstimulus ekonomi. Pemerintah dengan kebijakan fiskalnya disarankan untuk menurunkan sejumlah tarif pajak, sedangkan Bank Indonesia dianjurkan untuk berani menurunkan suku bunga acuan (BI
rate).
Direktur Eksekutif Mandiri Institute, Destry Damayanti menilai kebijakan moneter bank sentral yang mempertahankan BI
rate di level 7,5 persen sudah tidak lagi efektif untuk mengendalikan nilai tukar rupiah. Pasalnya, selisih BI
rate dengan bunga acuan bank sentral AS (
the Fed rate) terlampau jauh sehingga upaya apapun yang dilakukan BI tetap tak akan mengurangi imbas normalisasi kebijakan moneter AS terhadap rupiah.
“Terkait suku bunga, dalam kondisi seperti ini memang pelemahan rupiah lebih banyak yang di luar kontrol pemerintah dan BI. Suku bunga diturunkan juga tidak masalah, karena kita butuh suatu stimulus dan pengakuan bahwa ekonomi sedang berat dan perlu adanya dorongan,” ujarnya di Jakarta, Senin (7/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara dari sisi fiskal, Destry menilai pemerintah perlu mengimbangi kebijakan moneter tersebut dengan memberikan insentif pajak yang tepat sasaran. Karenanya, kebijakan yang diusung harus lebih mengutamakan keringanan bagi wajib pajak ketimbang menggenjot penerimaan pajak untuk mencapai target yang terlalu tinggi.
“Kalau pemerintah berani turunin pajak, ya turunin saja. Dalam kondisi seperti ini penerimaan pajak pasti menurun. Income rate diturunkan, target pajak ya sudah harus diturunkan, tidak realistis di saat seperti ini. Daya beli masyarakat terkena efek nantinya,” jelas Destry.
Namun, Destry mengingatkan agar keringanan pajak tidak hanya difokuskan bagi pemodal besar melalui fasilitas pembebasan pajak penghasilan (tax holiday). Catatanya adalah agar tingkat pengembalian pajak (restitusi) yang harus ditanggung pemerintah tidak terlalu besar di kemudian hari.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara menyatakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18 Agustus 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,5 persen.
“Keputusan tersebut sejalan dengan upaya membawa inflasi menuju pada kisaran sasaran sebesar 4±1 persen di 2015 dan 2016,” jelasnya.
Tirta menyatakan, fokus kebijakan Bank Indonesia dalam jangka pendek diarahkan pada langkah-langkah untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, dengan mengoptimalkan operasi moneter.
(ags/ags)