Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi VII DPR Kurtubi memperkirakan program pembangkit listrik 35 ribu Mega Watt (MW) yang diusung pemerintah kemungkinan hanya akan terealisasi sekitar 75 persen hingga 2019. Namun, dia meminta semua pihak jangan menghalangi PT PLN (Persero) untuk membangun pembangkit sebanyak-banyaknya karena listrik merupakan kebutuhan mendesak bagi masyarakat.
“Jadi saya mendorong sepenuhnya pemerintah melalui PLN untuk membangun pembangkit sebanyak-banyaknya, jangan dibatasi,” ujar Kurtubi melalui keterangan tertulis, Rabu (9/9).
Sebenarnya, lanjut Kurtubi, Indonesia membutuhkan listrik lebih dari 35 ribu MW untuk bisa menggerakan ekonomi. Dia berharap ketersediaan listrik Indonesia bisa setara dengan negara-negara tetangga agar meningkatkan investasi dan menciptakan kesempatan kerja yang lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Legislator dari Fraksi NasDem ini melanjutkan, dengan perkiraan jumlah penduduk 285 juta jiwa pada 2025, konsumsi listrik Indonesia tetap akan jauh lebih rendah dari negara-negara tetangga dan menempati urutan bawah di dunia.
Merujuk pada data PLN, Kurtubi mengungkapkan konsumsi perkapita listrik Indonesia saat ini sebesar 0,8 MWH. Secara komparatif, besaran itu setara dengan setengah dari konsumsi perkapita Vietnam, sepertiga dari Thailand, seperempat dari rata-rata konsumsi China dan hanya seperlima jika dibandingkan dengan Malaysia.
"Padahal, tingkat konsumsi listrik perkapita selama ini menjadi tolok ukur tingkat kesejahteraan warga, dan sekaligus menjadi rujukan bagi para investor untuk menanamkan modalnya," tuturnya.
Berdasarkan data International Atomic Energy Agency (IAEA), jelas Kurtubi, 90 persen negara di dunia sudah menggunakan program nuklir, di mana sebagian besar merupakan negara-negara maju. Saat ini, bahkan ada 67 negara sedang membangun listrik tenaga nuklir, termasuk Vietnam dan Malaysia.
“Bagaimana Malaysia masuk ke nuklir, sehingga semua investor-investor lari ke Malaysia, pada saat kita masih ribut memikirkan listrik 20 ribu-30 ribu MW,” katanya.
Karenanya, Kurtubi menegaskan bahwa Komisi VII DPR sepaham dengan pemerintah untuk membangun pembangkit listrik 35 ribu MW sesuai desain kebijakan energi nasional yang berlaku, di mana energi nuklir menjadi opsi terakhir.
"Kalau pun itu tak tercapai dalam waktu dekat, bisa dijadikan skema jangka panjang," katanya.
Kalau proyek 35 ribu MW masih tersendat, lanjut Kurtubi, mungkin karena prosedur investasi kurang terbuka atau kurang adil.
"Tak heran jika sebagian orang curiga bahwa proyek-proyek ini larinya ke kelompok bisnis tertentu," katanya.