Jakarta, CNN Indonesia -- Klaim Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli bahwa pemerintah akan memangkas target proyek pembangkit listrik dari 35 ribu Megawatt (MW) menjadi 16 ribu MW dinilai memberikan sentimen negatif bagi iklim investasi di Indonesia.
"Sangat berpengaruh. Investor itu sekarang pasti bingung mana yang bisa dipegang. Menkonya atau Presidennya. Kalau mau membaik negara ini harus ada
one policies and one voices, satu suara dan satu kebijakan satu komando," kata Sofjan Wanandi, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Jusuf Kalla di kantornya, Jakarta, Selasa (8/9).
Sofjan pun meminta Jokowi untuk mempertegas kebijakan pemerintah perihal target dalam proyek ini. Ia menilai jika persoalan ini dibiarkan berlarut maka berpeluang mengurangi wibawa pemerintahan Jokowi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Presiden harus tertibkan yang begitu-begitu tidak bisa ditoleransi. Akhirnya kan confused investor di luar yang mau investasi ke Indonesia. Kalau menteri saja bisa mengubah kebijakan presiden, di mana kewibawaan presiden?” katanya.
Sebelumnya, Rizal Ramli menyatakan pemerintah akan memangkas target program pembangkit listrik 35 ribu MW menjadi 16 ribu MW untuk lima tahun ke depan.
Kebijakan ini diambil Rizal usai rapat dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ferry Mursyidan Baldan dan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basyir, tanpa melibatkan Menteri ESDM Sudirman Said.
Selain lebih realistis, kata Rizal, revisi target mega proyek pembangkit listrik ini dilakukan untuk menghindari kerugian besar yang akan diderita PLN kelak.
Berdasarkan hitungannya, jika proyek pembangkit listrik 35 ribu MW dipaksakan tuntas dalam lima tahun, maka dengan beban puncak sebesar 74 ribu MW pada 2019, PLN akan mengalami kelebihan pasokan listrik yang tidak terpakai (idle) sebanyak 21.331 MW. Akibat kelebihan pasokan listrik tersebut, maka biaya yang harus ditanggung PLN pada 2019 diperkirakan mencapai Rp 10,76 miliar.
“Sesuai dengan aturan yang ada PLN harus membeli listrik yang dihasilkan oleh swasta, membeli sekitar 72 persen dari nilainya. Kalau ini terjadi PLN akan mengalami kesulitan keuangan,” tutur Rizal
(gen)