Jakarta, CNN Indonesia -- Kalangan perbankan merasa sudah saatnya suku bunga acuan (BI Rate) diturunkan demi meningkatkan pertumbuhan kredit yang tengah melambat. Namun. di sisi lain penurunan BI rate dinilai tidak mudah karena beberapa faktor, salah satunya terkait pelemahan nilai tukar rupiah.
Direktur Keuangan PT Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo mengatakan perbankan siap bersabar menunggu hal itu terjadi lantaran pengaruh depresiasi rupiah terhadap dolar AS masih terasa. Pihak perbankan dapat memaklumi bahwa jika pemerintah memaksakan penurunan suku bunga, maka
capital outflow akan semakin deras.
"Apabila melihat faktor domestiknya, sangat masuk akal suku bunga turun untuk membantu pertumbuhan kredit. Tapi kan ini isunya
currency, kalau suku bunga turun maka dolar AS akan semakin terbang," jelas Kartika di Malang, Jumat (11/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia melanjutkan, saat ini perbankan membutuhkan stimulasi otoritas moneter mengingat pertumbuhan kredit pada semester I tahun ini hanya tumbuh 10,4 persen, atau lebih kecil dibanding angka tahun kemarin yang sebesar 12,5 persen. Namun, di saat yang bersamaan terjadi capital outflow yang besar-besaran.
Sebagai informasi, sejak awal tahun ini data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan adanya aksi jual asing (
net sell) investor asing sebesar Rp 8,85 triliun yang dibarengi dengan depresiasi rupiah terhadap dolar AS sebesar 15,3 persen sejak Januari. Padahal, sepanjang tahun lalu terdapat
net buy sebesar Rp 42,6 triliun.
Padahal, menurutnya, target inflasi inti masih bisa dicapai, dimana laju inflasi inti dari bulan Januari hingga Agustus tercatat di angka 2,29 persen. Selain itu, likuiditas perbankan masih terbilang mampu mengingat rasio loan-to-deposit ratio (LDR) pada semester I lalu berada di angka 88,7 persen, atau masih di kisaran wajar 78 hingga 92 persen.
"Secara
domestically, suku bunga harusnya turun, Tapi kita maklum kalau otoritas moneter harus menjaga faktor globalnya. Apalagi kalau suku bunga Fed Rate dinaikkan, jadi dilema juga buat Bank Indonesia (BI)," katanya.
Maka dari itu, Kartika berharap otoritas moneter bisa fokus untuk mengatur permintaan dan penawaran dolar AS terlebih dahulu agar nilai tukar menjadi stabil. Jika hal tersebut sudah dilakukan, maka pihak perbankan tidak akan cemas jika BI nanti menurunkan suku bunga acuannya.
"Isu dolar AS ini kan bukan fundamental, tapi lebih ke
demand-supply. Dengan mengatur jual beli dolar, dolar bisa lebih mudah dikendalikan," jelasnya.
Perlu diketahui bahwa suku bunga acuan BI Rate ini tidak berubah sejak bulan Februari, di mana BI menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin dari 7,75 persen ke 7,5 persen. Selain itu, BI juga menurunkan suku bunga deposito facility juga sebesar 25 basis poin dari angka 5,75 persen ke angka 5,5 persen. Keputusan BI tersebut diambil setelah adanya deflasi sebesar 0,24 persen pada bulan Januari 2015.
(gir/gir)