Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati kembali menyinggung soal tekanan dari para elite dan sejumlah kelompok di Indonesia terkait upaya menegakkan transparansi keuangan. Pernyataan itu disampaikan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini pada acara Peluncuran Laporan Survei Keterbukaan Anggaran 2015 di Washington, Amerika Serikat, Jumat (11/9).
"Sebagai mantan menteri keuangan saya dapat memberitahu Anda bahwa membuat anggaran lebih transparan mungkin hal yang benar untuk dilakukan, tetapi ia datang dengan tantangan, termasuk
pushback dari elite dan kelompok-kelompok lain yang tidak memiliki kepentingan dalam akuntabilitas atau membuka diri untuk pengawasan dari warga dan badan pengawasan," ujar Sri Mulyani dalam pidatonya seperti dikutip dari situs resmi Bank Dunia, Senin (14/9).
Namun, Sri Mulyani tidak merinci para elit dan kelompok tertentu yang menetang transparansi keuangan di Tanah Air.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pidato Sri Mulyani ini mengingatkan pernyataan serupa yang pernah diungkapkannnya pada medio 2010, ketika dia mengundurkan diri sebagai Menteri Keuangan dari pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu dia mengatakan, pengunduran dirinya merupakan wujud keberhasilan lolos dari dikte kelompok tertentu yang rakus kekuasaan.
"Saya definisikan kemenangan, karena berhasil tidak didikte," tegas dia dalam Kuliah Umum bertajuk Kebijakan Publik dan Etika Publik di hotel Ritz Carlton, Selasa (18/5).
Dengan keluar dari kabinet, Sri Mulyani mengaku berhasil mempertahankan tiga prinsip hidupnya, yakni tak mengkhianati kebenaran, tidak mengingkari nurani, dan menjaga martabat dan harga diri.
Kekecewaan Sri Mulyani kala itu terjadi di saat keputusannya sebagai Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) untuk menyelamatkan Bank Century dari kebangkrutan dipermasalahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menurutnya, ada proses politik yang ditunggangi oleh kepentingan tertentu yang menjadikannya "kambing hitam" dari kasus Bank Century.
Sudah Lebih BaikMenyoal keterbukaan anggaran, Sri Mulyani mengatakan, terjadi kemajuan di Indonesia tetapi tidak merata. "Namun tren secara keseluruhan dan peringkat telah positif : pada tahun 2006 nilai kami adalah 42 poin, dan tahun ini adalah 59 poin," ujarnya.
Survei dan Indeks Keterbukaan Anggaran dilakukan Bank Dunia terhadap 108 negara, di mana 78 negara yang disurvei tidak memberikan informasi yang cukup. Tercatat hanya Brazil, Norwegia, Afrika Selatan, dan Amerika Serikat yang memperoleh predikat baik dalam hal transparansi anggaran, partisipasi publik dan pengawasan yang efektif.
"Jika membuka anggaran adalah agar pembangunan memiliki dampak yang signifikan, maka semua negara harus terus bergerak maju. Dan kita harus membantu pembuat kebijakan untuk menerapkan langkah yang tepat," tuturnya.
Menurut Sri Mulyani, transparansi anggaran merupakan hal yang penting dalam meningkatkan hasil pembangunan. Transparansi, lanjutnya, merupakan kunci pembangunan yang harus dijaga oleh pembuat kebijakan dengan mengadopsi tuntutan-tuntutan masyarakat.
"Hal ini sama pentingnya dengan pengawasan pelaksanaan anggaran oleh lembaga akuntabilitas formal dan bersama-sama kriteria ini menyebabkan penggunaan yang lebih efisien dan efektif sumber daya publik dan membangun kepercayaan antara warga dan pemerintah mereka," jelasnya.
Sri Mulyani mengatakan di Asia Timur dan negara-negara Afrika seperti Filipina dan Malawi memimpin tren positif keterbukaan anggaran.
Misalnya di Afrika Selatan, lanjutnya, penggunaan efektif data anggaran oleh masyarakat sipil untuk memulai dialog dengan pemerintah telah menyebabkan peningkatan alokasi anggaran untuk hibah dukungan anak.
Sementara di India dan Uganda, Sri Mulyani menyoroti akses ke data anggaran yang dipicu oleh pelacakan pengeluaran yang diidentifikasi mengalami kebocoran dan kemacetan. Hal ini dinilainya membantu meningkatkan penggunaan sumber daya pembangunan di masyarakat pedesaan.
"Studi di Brazil, Meksiko dan India semuanya menunjuk ke fakta bahwa penganggaran partisipatif memberikan kontribusi untuk menurunkan angka kematian bayi, peningkatan pelayanan dasar cakupan dan meningkatkan penargetan program perlindungan sosial," tuturnya.
(ags)