Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Kolombia menawarkan peningkatan kerjasama perdagangan untuk memperbaiki nilai ekspor Indonesia yang turun 12,81 persen sepanjang Januari-Juli 2015 menjadi US$ 89,76 miliar.
Duta Besar Kolombia untuk Indonesia Alfonso Garzón mengatakan negaranya memiliki akses pasar sebanyak 1,5 miliar orang yang tersebar di 45 negara yang memiliki kerjasama perdagangan bebas (
free trade agreement/FTA) dengannya. Angka itu, ujarnya, akan segera bertambah ketika negaranya selesai bernegosiasi dengan negara-negara lainnya.
"Kami janjikan tak hanya akses bagi 49 juta penduduk Kolombia, tapi kami juga punya akses ke 1,5 miliar orang lainnya. Maka dari itu, kami harapkan bisa menjadi negara basis ekspor, dan kami pun ingin mengundang investor Indonesia untuk menanamkan modalnya di situ kalau ingin perluas pasar lagi," jelasnya ketika ditemui di Jakarta, Senin (14/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi, Kolombia memiliki perjanjian FTA dengan hampir seluruh negara Amerika Latin (kecuali Suriname dan Guyana) dan Amerika Serikat. Selain itu, perjanjian FTA dengan Kanada sudah dimulai sejak empat tahun lalu sedangkan FTA dengan Uni Eropa sudah berlangsung dua tahun lalu.
Selain itu, rencananya Korea Selatan, Israel, dan Panama juga sudah resmi menjadi mitra FTA Kolombia. Bahkan, kini Kolombia mengaku tengah mendekati Jepang dan Turki untuk meneken perjanjian perdagangan bebas.
Tak hanya akses pasar, Kolombia juga menjanjikan kemudahan berinvestasi dan juga kepastian keberlanjutan usaha. Menurut Garzón, negaranya memiliki beberapa zona perdagangan bebas di tiap-tiap kota besarnya dan juga indikator makroekonomi yang stabil.
Sebagai gambaran, saat ini Kolombia memiliki pertumbuhan ekonomi sebesar 4,8 persen pada 2014, dengan rata-rata pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 3 persen per tahun. Selain itu, Kolombia juga memiliki tingkat inflasi rata-rata sebesar 3 persen per tahun.
"Dengan adanya kestabilan itu, kami menjamin bahwa investasi yang masuk ke Kolombia pasti akan dikembalikan dengan keuntungan. Selain itu, kami juga memastikan adanya kepastian hukum dan melindungi penerapan pajak berganda (
double taxation)," jelasnya.
Otomotif Hingga SawitSementara Wakil Presiden bagian Investasi dari Otoritas Penanaman Modal Kolombia, ProColombia, Juan Carlos Gonzalez mengatakan bahwa banyak sekali sektor usaha yang bisa dijadikan basis ekspor di Kolombia. Ia mengatakan bahwa saat ini negaranya cocok dijadikan basis industri otomotif, agribisnis, kelapa sawit, dan produk olahan karet.
"Pada 2014, penjualan mobil kami sempat mencatat angka 328 ribu unit dan itu merupakan rekor tertinggi kami, dan angka itu diramalkan akan meningkat menjadi 436 ribu pada 2019. Di samping itu, kami juga memiliki permintaan ban sebesar 6,4 juta unit antara 2008 hingga 2013 sehingga kami juga sangat cocok dijadikan basis produksi olahan karet," ujar Gonzalez.
Melengkapi ucapan Gonzalez, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Amerika Selatan Jacobus Dwihartanto mengatakan bahwa pengusaha Indonesia kemungkinan bisa menanam modal di produksi ban dan juga industri makanan dan minuman. Alasannya, pasar Kolombia sangat potensial untuk kedua sektor tersebut.
"Selama ini memang mereka impor ban dari China, tapi kualitasnya dipandang tak bagus jadi itu bisa jadi peluang bagi kita. Selain itu, industri makanan dan minuman bisa jadi peluang karena penduduknya cukup banyak dan mereka punya akses perdagangan bebas ke Meksiko, yang mana penduduknya juga banyak," katanya.
Kendati demikian, sampai sekarang belum ada satu pun perusahaan Indonesia yang berencana untuk menanamkan modalnya di negara tersebut.
"Semua ini masih penjajakan, tapi Salim Group (induk usaha Indofood) rencananya mau masuk sana setelah merampungkan penanaman modal di perkebunan gula di Brazil," tambahnya.
Sebagai informasi, data World Investment Report menunjukkan bahwa terdapat arus masuk investasi asing (FDI) ke Kolombia sebesar US$ 16,25 miliar pada 2014, atau menduduki peringkat ke-empat di Amerika Latin setelah Brazil, Chile, dan Meksiko. Angka tersebut masih lebih kecil dibandingkan FDI yang masuk ke Indonesia sebesar US$ 22,58 miliar pada periode yang sama.
(gen)