Pemerintah Belum Juga Mampu Amankan Target Lifting MInyak

Diemas Kresna Duta | CNN Indonesia
Selasa, 15 Sep 2015 17:20 WIB
Sampai September 2015, realisasi lifting minyak tercatat sebesar 800,5 ribu barel per hari. Belum menyentuh target APBNP 2015 sebesar 825 ribu barel per hari.
Sampai September 2015, realisasi lifting minyak tercatat sebesar 800,5 ribu barel per hari. Belum menyentuh target APBNP 2015 sebesar 825 ribu barel per hari. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melansir rerata angka produksi minyak mentah Indonesia di sepanjang Januari sampai pertengahan September 2015 baru mencapai 800.500 barel per hari (bph).

Angka tersebut masih berada di bawah target produksi minyak mentah siap jual atau lifting yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 sebesar 825 ribu bph.

"Untuk gas produksinya cenderung stagnan diangka 8 ribu juta kaki kubik per hari (mmscfd),” kata Sekretaris SKK Migas Budi Agustyono dalam keterangan resminya, Selasa (15/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan pencapaian tersebut, Budi bilang secara ekuivalen rerata produksi migas Indonesia hingga tengah bulan ini hanya mencapai 2,21 juta barel ekuivalen per hari (boepd).

Dari lifting minyak sebanyak 800.500 bph, realisasi penerimaan negara hingga 4 September 2015 tercatat baru mencapai US$ 10,03 miliar atau sekitar 67 persen dari target penerimaan di angka US$ 14,99 miliar.

"Industri hulu migas masih kami tuntut bekerja keras untuk mencapai target lifting yang ditetapkan pemerintah," tutur Budi.

Harga Minyak Dunia

Budi mengakui masih rendahnya angka produksi migas Indonesia tak lepas dari sejumlah kendala operasional di lapangan. Tak hanya itu, ia mengatakan faktor pelemahan harga minyak dunia masih menjadi momok menakutkan bagi pelaku industri hulu migas untuk meningkatkan produksi di tengah tuntutan efisiensi biaya operasi.

Menurut Budi, banyak kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) yang melakukan renegosiasi dengan sub kontraktor agar dapat memberikan fleksibilitas harga sehingga dapat menjaga keekonomian proyek yang telah direncanakan. Tak ayal akibat dua katalis tadi produksi migas yang dihasilkan KKKS pun ikut turun.

“Sudah ada contoh kasus, renegosiasi kontrak rig di Total E&P Indonesie dan PHE WMO,” katanya.

Kepala Perwakilan SKK Migas wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Ali Masyhar menambahkan faktor yang turut membuat masih rendahnya realisasi produksi migas Indonesia dilatarbelakangi oleh kendala non teknis yang salah satunya ialah kesalahpahaman jajaran Pemerintah Daerah dalam menyikapi kewenangan otonomi daerah.

Selain itu, Ali bilang faktor minimnya pengetahuan pemerintah daerah dalam pembagian dana bagi hasil migas hingga peran daerah dalam bentuk participating interest.

Lantaran migas merupakan sumber daya alam yang tidak terbarukan, sudah seharusnya pemanfaatan dana bagi hasil digunakan untuk meningkatkan dan membangun potensi-potensi di daerah yang sifatnya lebih jangka panjang dan dapat memacu pertumbuhan sektor lain.

"Paradigma pengelolaan industri hulu migas telah bergeser dari hanya penghasil penerimaan dan sumber energi, menjadi penciptaan nilai tambah dengan cara memperkuat dan memberdayakan kapasitas nasional. Transparansi, dialog dan komunikasi intensif merupakan faktor agar semua pihak memberikan dukungan sehingga operasi lancar dan sukses," kata Ali. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER