Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah berencana menjadikan kawasan kilang LNG Tangguh di Teluk Bintani, Papua Barat sebagai Pusat Logistik Berikat (PLB) berikutnya, setelah PLB Tanjung Batu, Balikpapan, Kalimantan Timur.
Direktur Fasilitas Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kukuh Sumardono Basuki mengatakan, akan dibangun kawasan PLB lainnya di Papua, yang nanti akan berada di kawasan mega proyek LNG Tangguh.
LNG Tangguh merupakan mega-proyek kilang LNG penampung gas alam dari beberapa blok di sekitar Teluk Bintuni, seperti Blok Berau, Blok Wiriagar dan Blok Muturi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nanti misalnya kalau di Balikpapan sudah dianggap tidak efisien lagi dan kelebihan kapasitas, maka akan dibuka lagi yang di Papua," ujar Kukuh kepada CNN Indoenesia di Jakarta, Senin (21/9).
Kukuh mengatakan saat ini DJBC tengah menampung segala masukan dari para pelaku usaha yang ingin mengajukan diri menjadi penghuni kawasan PLB.
DJBC menurut Kukuh menerapkan berbagai syarat bagi para investor yang akan mengajukan proposal bisnis ke otoritas kepabeanan itu. Selain luas lahan yang harus disediakan, para perusahaan juga diharuskan menyerahkan proposal bisnis terkait penggunaan kawasan PLB.
"Kami masih menunggu proporsal bisnis yang lengkap. Apakah dengan ruang yang dibuka selebar ini oleh Pemerintah bisa dimanfaatkan sesuai dengan kesempatannya, seperti bisa menyerap tenaga kerja. Itu yang sedang kami minta kepada mereka," katanya.
Untuk mengembangkan PLB, pemerintah akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat.
Beragam insentif dijanjikan pemerintah bagi pengusaha di PLB mulai dari keringanan bea masuk, pembebasan PPN dan PPnBM, hingga pajak penghasilan pasal 22 (PPh impor).
Namun, Kukuh membantah negara akan kehilangan penerimaan negara dengan diberikannya fasilitas kepabeanan tersebut. Pasalnya, keringanan bea masuk hanya berupa penangguhan dan akan dibebankan ketika barang tersebut dikeluarkan dari tempat penimbunan.
Justru, lanjutnya, kegiatan impor akan meningkat akibat bahan baku masuk ke kawasan PLB dan pemerintah berpeluang mendapat penerimaan dari pajak impor.
"Tidak ada
potensi loss. Kalau kita tidak buka fasilitas itu maka impornya tidak ada. Kalau ada PLB justru barang tadi ada impornya, malah akan ada peningkatan penerimaan PPh badan," ujarnya.
Revisi PP Nomor 32 Tahun 2009, diharapkan Kukuh selesai tahun ini sehingga bisa segera dimanfaatkan pengusaha pengguna PLB.
"Lebih cepat lebih baik, setelah PP ditandatangani maka akan segera berlaku," ujarnya.
(ags)