Jakarta, CNN Indonesia -- Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) meramalkan penjualan rokok di Tanah Air masih akan melemah pada tahun depan. Karenanya, rencana pemerintah menaikan tarif cukai rokok pada tahun depan diyakini tidak akan efektif mendongkrak penerimaan negara.
Sekretaris Jenderal Gappri, Hasan Aoni Aziz menuturkan proyeksi tersebut didasarkan pada kinerja industri rokok pada semester I 2015 yang turun sebesar 1,27 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Hal ini yang membuatnya yakin target penerimaan negara dari setoran cukai rokok yang lebih tinggi pada tahun depan tak mungkin tercapai.
"Sekarang ini sampai semester I turunnya bisa dibilang signifikan. Hal itu menunjukkan bahwa dengan kondisi ekonomi yang turun, susah sekali untuk bisa diangkat," katanya di Jakarta, Selasa (22/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2016, target penerimaan negara dari cukai rokok direncanakan sebesar Rp 148,9 triliun atau 95,8 persen dari total target penerimaan cukai yang dipatok Rp 155 triliun. Apabila disetujui DPR, maka target cukai rokok 2016 naik 7,05 persen dibandingkan target tahun ini Rp 139,1 triliun.
Sebelumnya, terbit Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20 tahun 2015 yang mengharuskan industri rokok untuk membayar cukai di tahun berjalan. Akibat hal itu, penerimaan cukai pada tahun ini dihasilkan dari 14 bulan, karena pembayaran cukai rokok pada bulan November dan Desember 2014 dibayar pada bulan Januari dan Februari tahun ini.
Hasilnya, menurut Hasan, target penerimaan cukai sebesar Rp 139,1 triliun pada tahun ini diperoleh dari 14 bulan pemungutan cukai. Dengan demikian per bulannya rata-rata sumbangan cukai rokok ke kas negara sebesar Rp 9,94 triliun. Apabila mengacu rata-prata bulanan setoran cukai rokok, maka seharusnya pencapaian 12 bulan tahun ini hanya Rp 119,2 triliun.
"Dengan kata lain, secara riil, kenaikan cukai rokok bukan 7 persen seperti apa yang dibicarakan namun sebesar 23 persen. Jadi kalau dibandingkan penerimaannya antara tahun sebelumnya, itu tidak kongruen. Dan kami sangat yakin target itu tak bisa tercapai," katanya.
PHK MassalHal itu, tambahnya, juga dilengkapi dengan prediksi kalau output industri rokok hingga akhir tahun diprediksi melemah sebesar 3 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
"Bahkan bisa jadi akibat hal ini kami prediksi akan ada perumahan karyawan sebesar 15 ribu karyawan tahun ini," jelasnya.
Proyeksi tersebut berbeda dengan prediksi Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto, yang memperkirakan pertumbuhan rata-rata industri rokok akan berkisar 5 persen hingga 7,4 persen per tahunnya. Panggah menilai seharusnya Kementerian Perindustrian dilibatkan oleh Kementerian Keuangan dalam menentukan besaran tarif cukai rokok karena menyangkut kelangsungan industri nasional.
"Ini komunikasi soal tembakau harus baik, agar tidak ada kesimpangsiuran," jelasnya.
(ags)