Jadi Sumber PHK, Pemerintah Diminta Tak Naikkan Cukai Rokok

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Kamis, 03 Sep 2015 07:11 WIB
Di tengah upaya pemerintah menyusun paket kebijakan ekonomi untuk menolong industri, Gappri meminta rencana penaikan cukai rokok tahun depan dibatalkan.
Petani tembakau di Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah tengah melakukan proses sakring atau menghambat pertumbuhan tunas air/tunas samping pada tanaman tembakau, Sabtu (22/8). (CNN Indonesia/Safyra Primadhyta).
Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana pemerintah menaikkan tarif cukai sehingga bisa menggenjot pendapatan cukai sebesar Rp 148,9 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 mendapat penolakan pengusaha. Angka tersebut dinilai memberatkan karena peningkatannya mencapai 23 persen dibandingkan target cukai 2015 sebesar Rp 120,6 triliun dan menjadi penyebab utama pemutusan hubungan kerja (PHK).

Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) mencatat pemerintah telah menaikkan tarif cukai rokok rata-rata sekitar 16 persen dalam lima tahun terakhir. Kebijakan itu disebut telah mematikan ribuan perusahaan rokok kecil yang ada di Indonesia.

Berdasarkan catatan Gappri, pada 2014 dengan kenaikan cukai kurang dari 12 persen, telah terjadi PHK terhadap 10 ribu buruh rokok kretek yang hampir semuanya perempuan. Dari sisi lainnya, jika pada 2009 jumlah pabrik rokok sebanyak 4.900-an pabrik, dengan kenaikan cukai setiap tahun sekarang tinggal 600-an pabrik yang beroperasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua Gappri Ismanu Soemiran mengaku setiap kali Kementerian Keuangan hendak menaikkan tarif cukai, hal tersebut tidak pernah dibicarakan dengan kalangan industri. Padahal ia mengilustrasikan industri hasil tembakau seperti angsa bertelur emas yang harus terus dipelihara dan diamankan agar kondisi bisnisnya tetap kondusif.

Ismanu menilai seringkali pemerintah mengabaikan fakta riil di lapangan dengan kebijakan dan target-target yang tidak realitis sama-sekali. Seringkali dengan target ambisius, industri dan tenaga kerja yang jadi korban.

"Pemerintah mestinya realistis. Seringkali pemerintah berargumen bahwa data menentukan kebijakan. Jika pemerintah tak mampu melihat data kondisi riil maka kebijakan pun salah, sehingga terkesan industri jadi target buruan pemerintah," ujar Ismanu, Kamis (3/9).

Sementara Pengamat Ekonomi Fuad Bawazier meminta pemerintah tidak serampangan menaikkan tarif cukai di saat kondisi ekonomi tengah sulit. Ia mengaku heran dalam mengejar penerimaan cukai, pemerintah selalu saja bergantung pada cukai hasil tembakau sementara sektor lain dibiarkan. Padahal menurutnya yang membuat tidak sehat bukan hanya rokok, namun juga asap kendaraan di jalan.

Imbas dari kenaikan target cukai yang eksesif dibarengi dengan melemahnya daya beli masyarakat, menurutnya akan langsung dirasakan oleh pabrikan rokok, tenaga kerja, serta petani tembakau dan cengkeh yang mencari nafkah dari bisnisbtersebut.

"Cukai rokok satu satunya pajak yang tercapai targetnya pada 2014 dan 2015. Sudah tinggi tapi bisa tercapai, jangan dimusuhi karena banyak juga unsur komponen di dalam negerinya. Jangan terlalu serakah nanti malah mematikan, jangan terus dikejar-kejar nanti malah gembos," tandas Fuad.

Ia menambahkan, jika pemerintah terlalu ngotot menaikan cukai apalagi dengan menerapkan kebijakan yang tidak dikonsultasikan dengan industri dan dipaksakan seperti PMK 20/PMK.04/2015 yang berisikan penghapusan fasilitas penundaan pembayaran pita cukai melalui mekanisme pencepatan pembayaran tahun berjalan, akan kian memberatkan industri.

"Sekarang ini cukai rokok sudah sangat besar, pemasukan ke negara juga sudah bagus, jadi jangan dimatikan. Tidak usah cukai naik lagi. Nanti petani tembakau itu bisa ribut, PHK juga bakal lebih banyak jadi pemerintah tidak usah bikin gol bunuh diri," tegas Fuad.

Kandungan Lokal

Ia menambahkan, jika berbicara ekonomi secara objektif maka bisa dibuktikan industri rokok paling banyak kandungan lokalnya. Seperti bahan baku, tenaga kerja, bahkan kontribusi ke penerimaan negara lebih dari 50 persen. Oleh karena itu, pria yang juga Mantan Menteri Keuangan meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bisa menolak kenaikan cukai rokok saat melakukan pembahasan dengan pemerintah.

"Target pajak dan cukai pemerintah terlalu ambisius. Padahal dalam tiga tahun terakhir kinerja perpajakan di tiap semester I hanya 43 persen. Sekarang saja semester I baru 37 persen," tandasnya. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER